Minggu, 28 Juni 2015

Adam dan Hawa di Surga Mana?

Kalau kita perhatikan, kisah kejatuhan Adam dari surga mencakup beberapa unsur: Adam sendiri, istrinya, surga, kekhalifahan, malaikat, Iblis, pohon terlarang, godaan, pelanggaran, hal Adam dan istrinya yang telanjang, pengusiran (yang pertama) dari surga, ajaran Tuhan, ampunan Tuhan, pengusiran (yang kedua) dari surga, peran setan di bumi sampai Hari Kiamat, perjuangan manusia. Masing-masing unsur itu sarat dengan makna dan tafsiran. Para ulama mencoba menerangkan masing-masing itu kurang lebih demikian:

Tentang Adam, sejauh yang dipercayai oleh kaum Muslim seperti juga oleh kaum Yahudi dan Nasrani, ialah bahwa dia adalah bapak umat manusia (abû al-basyar). Ia diciptakan dari tanah menurut bentuk tertentu (masnûn), dan setelah lengkap bentukan itu maka ditiupkan ke dalamnya sesuatu dari ruh kepunyaan Tuhan. Manusia diciptakan dari pribadi yang tunggal (min nafs-in wâhidah), kemudian daripadanya diciptakan jodoh-jodohnya, dan dari jodoh-jodoh itu dijadikanlah seluruh umat manusia, lelaki dan perempuan (Q., 4: 1). Keturunan Adam (dan Hawa) sendiri tidak lagi dibuat dari tanah, tetapi dari “air yang menjijikkan” (sperma dan ovum). Tetapi sama halnya dengan Adam, setelah proses pembentukan janin mencapai tahap yang lengkap, maka ditiupkan oleh Allah ke dalamnya sesuatu dari ruh milik-Nya, dan dibuatkan pendengaran, penglihatan dan kekuatan pikiran (fu’âd, jamak: af’idah) (Q., 32: 7-9).

Hawa adalah istri Adam, ibu umat manusia. Dalam Al-Quran nama pribadi Hawa dan cara penciptaannya tidak disebutkan, kecuali bahwa Adam mempunyai seorang istri. Menurut Hamka, kepercayaan umum bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk lelaki bukan berasal dari Al-Quran, melainkan dari beberapa hadis oleh Bukhari dan Muslim. Tetapi Hamka meragukan apakah benar hadis yang menyatakan tentang hal itu harus diartikan bahwa Hawa memang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Yang jelas, kata Hamka, hadis itu mengingatkan kita semua tentang tabiat wanita. Dan Nabi memberi petunjuk tentang bagaimana menangani tabiat itu, yang petunjuk itu, kata Hamka selanjutnya, harus diterima dan diamalkan dengan penuh rendah hati.

Perkataan dalam Al-Quran yang kita terjemahkan dengan surga (dari bahasa Sansekerta) ialah jannah. Makna lain perkataan itu ialah kebun atau taman. A. Hasan menjelaskan arti jannah itu dengan kebun atau surga. Sedang Hamka menerjemahkan jannah dengan taman. Para ulama berselisih surga mana yang dimaksud sebagai tempat Adam dan Hawa: apakah sama atau tidak dengan surga yang dijanjikan untuk kaum beriman kelak di Hari Kemudian? Jika sama, mengapa dalam surga Adam dan Hawa itu terdapat pembangkangan, malah setan pun ada di sana, padahal dalam Al-Quran digambarkan bahwa dalam surga kelak tidak ada lagi pembicaraan sia-sia atau kotor, apalagi pembangkangan kepada Allah. Yang ada ialah kedamaian sempurna yang abadi (Q., 56: 25-26). Jika tidak sama, lalu di mana sesungguhnya surga Adam dan Hawa itu? Pendapat dan tafsiran masih bermacam-macam, meskipun jelas bahwa surga Adam dan Hawa itu adalah tempat yang menyenangkan: makanan berupa buah-buahan melimpah ruah, tidak ada kelaparan maupun kehausan, juga tidak ada hal telanjang, dan manusia tidak akan kepanasan.

Ensiklopedi Nurcholish Madjid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar