PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Membicarakan masalah perkembangan Islam di kawasan Asia Tenggara bukanlah
suatu hal yang mudah. Kawasan yang secara geografis meliputi tujuh buah negara ini
sungguh mempunyai identitas dan kekhasannya yang tersendiri. Negara-negara Asia
Tenggara, terutama yang bergabung salam ASEAN, ditinjau dari segi sosiokultural
dan perkembangan Islam, kiranya dapat di kelompokkan ke dalam empat ke lompok,
yaitu negara-negara yang penduduk muslimnya amat sedikit, seperti
Thailand; negara-negera yang mayoritas warga negaranya beragama Islam, seperti
Malaysia; negara-negara yang pertumbuhan ekonominya cukup lumayan tetapi negara
tidak begitu memerhatikan masalah agama, seperti Singapore; dan negara yang
amat meperhatikan masalah agama, khususnya Islam seperti Brunei Darussalam.
Sejak beberapa tahun terakhir,
sejumlah pengamat dunia Islam atau islamicist di luar negeri memberikan
analisis dan komnetar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia Tenggara,
Khususnya Indonesia dan Malaysia. Karakter terpenting Islam di Asia Tenggara
misalnya, watak yang lebih damai, ramah, dan toleran. Watak Islam seperti ini
diakui banyak pengamat atau orentalis di masa lalu. Di antaranya, Thomas W.
Arnold, dengan buku klasiknya, The Preaching of Islam (1950) yang menyimpulkan
bahwa penyebaran dan perkembangan history Islam di Asia Tenggara berlansung
secara damai; dalam istilah Arnold disebut sebagai penetration pacifigure.
Penyebaran Islam secara damai di
Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timu Tengah, Asia
Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam di Timur Tengah disebut fath,
yakni pembebasan, yang sering melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan
yang disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat
untuk memeluk Islam, akhirnya wilayah-wilayah ini mengalami ”Arabisasi” yang
lebih intens. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah
disebut sebagai futuh yang disertai kehadiran kekuatan militer Muslim dari
luar. Hasilnya, Asia Tenggara sering disebut sebagai wilayah Muslim yang the
last Aribicized paling kurang mengalami
“Arabisasi”.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana perkembangan islam di kawasan Asia Tenggara?
- Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan di Asia tenggara ?
1.3 Tujuan Pembahasan
- Mengetahui perkembangan islam di kawasan Asia Tenggara.
- Memahami Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan di Asia tenggara.
Bab
II
Pembahasan
A. Proses
Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk
ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi.
Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan
melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan
damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima
masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai
kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hamper semuanya
didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para
pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan.
Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat
persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin
hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang
dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada
warga sekitar pesisir.
Penetrasi
Islam di Asia Tenggara dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap
pertama dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotandan akhirnya keruntuhan
Kerajaan Majapahit pada sekitar abad 14-15
2. Tahap ke
dua adalah sejak datangnya dan kemudian mapannya kekuasaan kolonialisme Barat
sampai awal abad ke 19
3. Tahap
ketiga adalah pada permulaan abad 20 terjadi “liberalisasi” sebagai kebijakan
pemerintah kolonial
Islam pada umumnya disebarkan secara damai (penetration pacifique).
Melalui perantara pedagang-pedagang Muslim dari Dunia Timur. Islamisasi
mengalami kendala karena masyarakat-masyarakat yang telah lama dipengaruhi oleh
askestisme Hindu-Budha dan sinkretisme penduduk lokal. Selain itu, juga
bersaing dengan kehadiran para misionaris Kristen di Barat.
Pada perkembangannya Islam mampu menjadi agama mayoritas di Asia
Tenggara. Banyak faktor yang menerangkan tentang hal tersebut, antara lain :
Pertama,
pedagang Muslim asing yang datang ke Asia Tenggara memperkenalkan Islam guna
mendapatkan keunggulan ekonomi dan politik di kalangan masyarakat pribumi. Para
pedagang Muslim memperkenalkan ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai
perdagangan dan mengambil keuntungan ekonomi secara maksimal sehingga mampu
membatasi adanya pilihan terhadap agama-agama lain.
Bangsa
Barat datang dengan membawa agama Kristen. Namun Kristen tidak begitu
berkembang di Nusantara tapi justru Islam-lah yang berkembang pesat karena
penyebaran Islam tidak dihalangi oleh pemerintah colonial dan mereka juga tidak
memaksakan agama Kristen kepada penduduk setempat. Kehadiran kolonis merangsang
terjadinya proses Islamisasi dan intensifikasi lebih lanjut di kawasan ini.
Identifikasi kolonis sebagai penjajah kafir, menjadikan Islam sebagai wadah
integrative masyarakat pribumi yang saat itu terbelah oleh berbagai faktor
sosial dan cultural dalam menghadapi penjajah Barat. Kepercayaan nenek moyang
atau system tradisional lainnya tidak mampu tampil sebagai alternative
identifikasi dan mekanisme pertahanan diri di tengah meningkatnya bahaya dan
sewenag-wenangan kolonisme Barat, kecuali Jawa yang pernah jadi pusat kekuasaan
politik Hindu-Budha yang sudah diinternalisasikan dengan kebudayaan Jawa, maka
tidak ada wilayah lain di Asia Tenggara yang mendalam dipenetrasi oleh
Hindu-Budha. Ketentuan-ketentuan universal-transendetal Hindu tidak pernah
berlaku, di Jawa sekalipun. Sistem adat atau tradisi pribumi yang sangat
bersifat lokal, partikularistik dan divisive, sehingga tidak bisa tiharapkan
tampil menjadi faktor integrative.
Kedua,
adanya kesamaan bentuk Islam yang pertama kali datang ke Indonesia dengan sifat
mistik dan sinkretisme kebudayaan nenek moyang setempat. Islam tasawwuf
diterima oleh penduduk pribumi sehingga Islam mampu hidup berdampingan secara
damai dengan kepercayaan nenek moyang Jawa. Muncul kaum santri, abangan dan
priyayi.
Ketiga,
teori lain menurut ahli-ahli Kristen. Sifat Islam yang sederhana mengandung
unsure-unsur perkauman (tribalisme) yang menyebabkan Islam mudah dan cepat
berkembang di kalangan masyarakat yang memiliki system kepercayaan dan tradisi
yang tidak canggih. Kesederhanaan Islam cukup dengan membaca dua kalimat
shahadah. Tapi Islam bukan sekedar shahadah tetapi banyak mengandung banyak
ajaran lain yang menyangkut segala aspek kehidupan. Seperti yang diungkapkan
oleh Snouck Hourgonje bahwa Islam tidak sesederhana itu karena perkembangan
Islam di Timur Tengah sendiri diwarnai dengan Liberalisme.
Proses Islamisasi dan intensifikasi ke-Islaman banyak dipengaruhi oleh
situasi dan faktor-faktor local yang menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan
dalam tingkat penetrasi Islam di kawasan Asia Tenggara yang berakibat perbedaan
pandangan, penghaytan, dan pengamalan Islam oleh penganutnya. Islamisasi dan
intensifikasi merupakan proses konversi kepada Islam dan peningkatan kesadaran
serta upaya untuk memahami dan mengamalkan Islam sesuai dengan doktrin-doktrin
yang sebenarnya, yang bersih dari bid’ah dan percampuran dengan unsure-unsur
non Islam lainnya. Proses ini disebut sebagai kembali kepada Al-Quran dan
Hadits.
Pembentukan kebudayaan dan tatanan politik Islam di dunia dapat berkembang
karena adanya tasawwuf. Proses internasionalisasi Islam tasawwuf tidaklah
berjalan sendiri, karena diperlukan adanya keterikatan tasawwuf kepada shari’ah
secara sufistik.
CARA- CARA MASUKNYA ISLAM
Menurut Uka
Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada
enam, yaitu:
1. Saluran
perdagangan
Pada taraf
permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan
lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang
Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari
negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi
melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan
turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan
saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari
luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu
menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa
yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa
banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang
sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan
pedagang-rpedrarrgarng Muslim.
Perkembangan
selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di
tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran
perkawinan
Dari sudut
ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada
kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan,
tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka
diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan
mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan
Muslim.
Dalam
perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan
bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur
perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan
anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau
bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang
terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung
Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai
keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3. Saluran
Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawab setempat.
Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli
tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran
Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan
Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran
prendidikan
Islamisasi
juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan
oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon
ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari
pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat
tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden
rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini
banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran
kesenian
Saluran
Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita
wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita
itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni
bangunan dan seni ukir.
6. Saluran
politik
Di Maluku
dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk
Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam
di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia
Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi
kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak
menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih
memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3
teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang
sebenarnya:
a. Menekankan
peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah
pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan
asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang
telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap
perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk
agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati
lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi
pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut
menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka
terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan
beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan
peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi
bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi
yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan
memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi
agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah
berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa
masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah
setempat.
c. Lebih
menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite
pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan
lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi
lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih
besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya
berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang
lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran
lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh
para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran
lslam yang sangat penting.
B.
Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
Sejak abad
pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan
internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia
Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional
yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu
kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu
China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan
Dinasti Umayyah (660-749).
Mulai abad
ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut
serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang,
telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama,
bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga
dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin
Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam
sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut
masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi).
Karena itu, sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah
perkembangan Islam di negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat
Nabi Muhammad SAW sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang
Muslim berdatangan ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang
secara khusus melakukan penyebaran Islam. Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya
Islam telah datang di daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China,
khususnya China Selatan. Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan
Islam di daerah Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka
sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi
para pedagang dan munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh
pelayaran melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat
dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang
mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada
tahun 671. Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga (di duga daerah
Palembang di Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam
Hsin-Ting-Shu dari masa Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang
Ta-Shih mempunyai niat untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan
Ratu Sima (674).
Dari sumber tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut
beberapa ahli, yang dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud
dengan Ta-Shih adalah Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah
hadir di Asia Tenggara sejak abad-7 dengan membawa ajaran Islam.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang
Ta Shih. Ada yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera atau
di Palembang. Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang di daerah
Terengganu. Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada
di bagian Barat Asia Tenggara. Juga ada pemberitaan China (sekitar tahun 758)
dari Hikayat Dinasti Tang yang melaporkan peristiwa pemberontakan yang
dilakukan orang Ta-Shih dan Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton
(Guangzhoo) untuk membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung
(878-899).
Setelah melakukan perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih
dan Po-Se menyingkir dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk meminta
perlindungan dari kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini terlihat bahwa
orang Arab dan Persia yang sudah merupakan komunitas Muslim itu mampu melakukan
kegiatan politik dan perlawanan terhadap penguasa China. Ada beberapa pendapat
dari para ahli sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia :
1. Menurut Zainal Arifin Abbas,
Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut
datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai pengikut dari
Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama
kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
2. Menurut Dr.
Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan
Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan
Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk
membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa.
3. Menurut
Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena
di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti
tahun 670 M.
4. Seminar
tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963,
mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M
langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera.
Sedangkan
perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya kerajaankerajaan Islam
di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
a. Singgahnya
pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah
berita luar negeri, terutama Cina;
b. Adanya
komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di
samping berita-berita asing juga makam-makam Islam;
c. Berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).
C.
Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak
terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh
mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan
budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam
dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.
Namun dari
masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari
kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan
tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam
melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca
al Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar
huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga
Mindanao. Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa
Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di
Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya
peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.
Sejumlah
karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan.
Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul
sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari
sejumlah penjuru wilayah ini.
System
pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau
Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti
pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan
dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran
Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung.
Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual,
psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin.
Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah
bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan
ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini.
Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan
hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada
keunggulan lslam, pandangan hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk
dalam pemikiran para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi
Islam, atau paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam
muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka.
Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga
melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang
telah di Islamkan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Studi mengenai
Islam di Asia Tenggara mempunyai sumber-sumber histiriografi sejarah awal Islam
di kawasan ini tidak terlalu dapat dijadikan pegangan, walaupun begitu tidak
dapat diabaikan sama sekali. Secara keseluruhan catatan-catatan mengenai
Islamisasi di Asia Tenggara yang terdapat pada literature dan tradisi Melayu
serta Indonedia tidak terlalu banyak dipercaya walaupun terdapat semacam
keseragaman tentang catatan-catatan itu.
Daftar
pustaka
http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=84714
www.tugu.com
Dan
sumber-sumber yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar