Minggu, 28 April 2013

ISLAM SEKULARISME DAN JIL (Drs. Maksun, M.Ag)



Secara definitive, pelacakan terhadap term sekularisme bisa dilihat dari akar kata yang membentuknya; yakni sekuler, sekularisme, dan sekularisasi. Dari ketiga kata tersebut memiliki makna yang berbeda-beda dan memiliki pengertian yang berbeda pula tentunya.
1.      Sekuler
Pada abad ke-19 diartikan sebagai kekuasaan, bahwa gereja tidak berhak ikut campur dalam bidang ekonomi, politik dan ilmu pengetahuan. Dalam kamus kontemporer, sekuler diartikan pertama, berkenaan dengan hal duniawi, dan kedua, tidak diabdikan untuk kepentingan agama.
Dan atas dasar inilah, maka sekuler menjadi semacam pertentangan antara masalah agama dan non agama, worldly not religious or spiritual.

2.      Sekularisasi
Dari akar kata sekuler kemudian terbentuklah kata sekularisasi. Pengertian sekularisasi sering diartikan sebagai pemisahan antara urusan Negara (politik) dan urusan agama, atau pemisahan antara urusan duniawi dan ukhrawi (akhirat).
Menurut seorang pengamat sosial politik Barat, Paul H. Landis, sebagaimana dikutip pardoyo, menulis : “The trend a way seculer and rational interpretation is known as secularization”.
Sementara dalam kamus kontemporer, sekularisasi bisa diartikan memisahkan diri dari lembaga keagamaan, mengambil alih milik gereja (agama).
Sedangkan menurut Harver Cox, sekularisasi menjadi semacam pembebasan manusia dari asuhan agama dan metafisika, pengalihan perhatiannya dari dunia lain menuju dunia kini.

3.      Sekularisme
Sekularisme adalah merupakan nama sebuah ideology, ia adalah sebuah pandangan hidup baru yang tertutup yang fungsinya sangat mirip dengan agama.
Istilah sekularisme sendiri pertama diperkenalkan oleh George Jacob Holyoake pada tahun 1846. Ia berpendapat bahwa :
“Secularism is an athical system founded on the principle of natural morality and independent of revealed or supernaturalism”.
Jadi islam sendiri sangat bertolak belakang dengan konsep sekularisme ini, karena sekularisme cenderung diartikan sebagai membangun struktur kehidupan tanpa dasar agama .
Berikut ini table perbedaan islam dan sekularisme sebagaimana mengutip keterangan diatas  :

Sekularisme
Islam
Buatan manusia
Buatan Tuhan
Orientasi keduniawian
Menekankan Dunia dan Akhirat
Menekankan akal, observasi dan eksperimen
Menekankan wahyu, akal, observasi dan pengalaman
Mempercayai humanism
Mempercayai humanisme tetapi dalam kerangka syari’ah
Memisahkan agama dan politik
Menyatukan agama dan politik
Memposisikan agama hanya dalam urusan personal
Mengatur semua aspek kehidupan

Lalu hubungan sekularisme dan JIL di Indonesia tidak terlepas dengan sosok Nur Cholis Madjid atau biasa disebut dengan Cak Nur yang menjadi Founding Fathers paham konsep ini.
Sebagai penggagas sekularisasi di Indonesia, Cak Nur menjadikan sekularisasi sebagai sebuah proses penduniawian. Sekularisasi disini tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekulerisme dan mengubah kaum muslimin menjadi sekularis. Tapi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya duniawi dan melepaskan umat islam dari kecenderungan untuk mengukhrowikannya.
Dalam kaitan ini, Cak Nur mengemukakan slogan yang sangat terkenal dan menurut kebanyakan orang dianggap kontroversial, ia menyerukan, “Islam Yes, Partai Islam No”, yaitu sebuah seruan deismisasi partai politik, yang oleh Cak Nur dinamai Sekularisasi.
Dan Cak Nur juga menyerukan bahwa didalam islam ada konsep “Hari Dunia” dan “Hari Agama”. Hari Agama ialah masa dimana hukum-hukum yang mengatur hubungan antara manusia tdak berlaku lagi, sedangkan yang berlaku ialah hubungan antara Manusia dan Tuhan. Sebaliknya, pada Hari Dunia yang sekarang kita alami dan jalani ini, belum berlaku hukum-hukum akhirat. Hukum yang mengatur perikehidupan ialah hukum kemasyarakatan manusia.
Dalam kesempatan yang lain Cak Nur juga mengatakan bahwa Islam itu bersifat hibrida atau amalgam dari berbagai budaya, salah satu contoh, menara yang ada di masjid-masjid bukan berasal dari budaya arab, tetapi mengadaptasi dari arsitektur Persia, arsitektur kaum Majusi. “manarah” artinya tempat api, karena orang majusi kaum yang menyembah Api (Zoroaster), memahami Tuhan sebagai Zat yang tak bisa digambarkan. Tetapi, perkembangan islam mengharuskan muadzzin agar mampu menyebarkan suara adzan agar mencapai radius sejauh mungkin. Jadilah kini menara sebagai budaya islam.
Jikalau dirunut dari akar historis perkembangan pemikiran islam yang ada di Indonesia, maka sesungguhnya wacana yang ditelurkan oleh JIL bukanlah sebuah prestasi baru yang benar-benar orisinil. Cak Nur dan pemikiran yang ia hasilkan, tampak telah menjadi semacam ruh bagi dinamika yang berkembang dalam ruh JIL dan perkembangan paham Sekuler di Indonesia.

Sabtu, 27 April 2013

Al Farabi : A Muslim Philosopher

    Abu Nashr muhammad ibnu Muhammad al farabi, to give him his full name, was born in Turkestan in the year 870 A.D. at the early age he went to bagdad, the centre of greek sciences and philosophy, where his brilliance made him an outstanding figure. The latter part of his life was spent in Damascus, where he died in December 950 A.D.

      Al farabi, while always faithful to the religion of islam, had never been afraid to  explore the truth of the other racer and creeds. When he was studying in bagdad, the first Arabic translation of the works of aristotles appered in the city. He himself is a doctor and psysician and familiar with mathematics and natural sciences. He quickly discovered in aristotles’ the answer to many problem that perplexed him. His ability to reason and his love of logic led him to attempt a reconciliation between concept and the nature of thought, which had been advanced by plato and aristotles. Al farabi’s view  on social ethics were realistic and direct. On his “dissertation on the ideal state” he differs the man from animal world, for man is not equipped by nature to fight for self reservation and self development. He can only gain complete satisfaction of new physical, intellectual and moral needs by becoming a part of the social fabric. Al farabi stood at cross roads where greek and muslim philosopher meet and naturally enrich each other, making the ground fertile for some inventive thoughts and doctrines. He read and read, in fact, the entire works of the greek philosopher and made the subjects of some his book like “commentaries on phisics of aristotles” and “commentaries nicohomachean ethics”. On the thousandth anniversary of the death of the great philosopher, Turkish universities issued several publication of his life and works. Ceremonies took place in all Turkish cities particularly at Ankara and Istanbul, and different aspects of al farabi’s philosophy.

Kamis, 25 April 2013

the Role of ulama in present Indonesia

the great advance that man has made in the field of modern science and technology has brought a great change in man's attitude toward religion and in man's concept of theism. man's power in controlling his environment and in changing and adapting it with his needs and comfort, has been on the increase. man thinks himself to be the powerful. a concept of growth in man's power inevitably with it a concept of a decrease in the power of nature and ini the power of god.

the advance man has made in science and technology has, indeed, produced the idea of secularism and the tendency to a secular life in modern societies. man of today is increasingly liberating him self from the control of religion. religion has become less and less important to him. man can live without religion and without god, this belief is now gaining ground. man has gone far as to say that "god is dead"

that this secularizing tendency is a universal phenomenon cannot be denied. if there is any difference between secularization that is taking place in west and the secularization that is happening in the east, the difference is only in that of degree and scope. secularization in the west has a greater speed and a large scope than secularization in the east.

the religion in the east has also begun to lose its string grip of the past on society is now commonly being felt. there is a tendency among religious leader to resent the penetration of western cultur into the east. in their eyes it is the western culture, which has come to the east together with western science and technology, that has brought a change to the religious life of this part of the world.

Indonesia is no exception of religion, especially in urban societies, has begun to decline, compared with the great power it had in the past. It is felt  that the ulama, the muslim religious leaders of this country no longer have the same influence as they had before in the communities they lived in. the ulama, it is furthermore said, have not teken an active and influential part in the realization of the present Indonesian national development program. It has been moreover observed that relations between the Indonesian western educated leaders and the ulama have not been very cordial and smooth.

Major general rustamadji sutopo has more or less the same opinion, when he says that the religious leaders have an important role as agents of communication. Between the religious leaders and society or at least between their and the followers a continuous progress of communication has been established. As such, new ideas acceptable to the ulama, can be easily adopted by the people. Therefore, the ulama, according to hm, have an extremely important role in accelerating the process of development among their followers.

A more detailed role of the ulama is given by professor baroroh. The finctions that they can perfrom in development in her opinion are the following :
1.    To stimulate among the people, in accordance with the teachings of islam, the desire and feeling of responsibility to participate in realization of the national development plan.
2.    To cultivate in the minds and hearts of the officials of development in particular and of the people in general, the principles of honesty, sincerity and integrity.
3.    To foster the harmony between body and soul, between temporal and spiritual life.
4.    To exercise their religious soial control on all in order to safeguard the right course that development has to follow.
5.    To spread the firm belief in god and piety among the people as their guidance in creating a prosperous and just society.

As what prof. dr. subroto, minister of manpower, transmigration and cooperatives, emphasized in the conclusion of the 1973 seminar, islam enjoins the development of man, his society and state, and that ulama, as imams (leaders) should stay in the frontline of development as supporters of new ideas, as promoters of development and as guides in questions of good and evil, of that the result of development could be enjoyed by the whole nation.

Selasa, 12 Maret 2013

FALSAFAH ROKOK

ROkok oh Rokok ...

membicarakan hal yang 1 ini memang menarik, ada yang mengatakan ini lah, itu lah, pokoknya lebih banyak negatifnya dari pada positifnya, nah kalau saya boleh berpendapat, menerut saya Rokok itu salah satu media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan YME, lho kok bisa ? nih saya kasih alasannya
* di dalam tiap batang Rokok ada bahan yang disebut dengan Tembakau (MBAKO) nah ini di Ilhami dari sifat ALLAH yang bernama BAQO' yang berarti kekal, ini mengajarkan kita untuk memperkuat tauhid kita dengan mengingat dan menyatu dengan sifat ALLah
* dan di setiap kita merokok pasti asap yang kita keluarkan pasti akan terbang ke atas (gak mungkin juga kan bakal turun ke tanah) nah ini berfungsi untuk selalu mengingat akan kekuasaan Tuhan YME

nah kesimpulannya saya kembalikan pada para pembaca apakah anda akan menikmati rokok atau tidak ... yang jelas perokok aktif lebih sehat dari pada perokok pasif. hwhw (nyleneh)

... nah mungkin ada tambahan, kritik, saran dari para ROKOKERS / ANTI ROKOKERS di sini ?? antem jgn sungkan

Jumat, 01 Maret 2013

Makalah Perkembangan Islam di Asia Tenggara



PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Membicarakan masalah perkembangan Islam di kawasan Asia Tenggara bukanlah suatu hal yang mudah. Kawasan yang secara geografis meliputi tujuh buah negara ini sungguh mempunyai identitas dan kekhasannya yang tersendiri. Negara-negara Asia Tenggara, terutama yang bergabung salam ASEAN, ditinjau dari segi sosiokultural dan perkembangan Islam, kiranya dapat di kelompokkan ke dalam empat ke lompok, yaitu negara-negara  yang penduduk muslimnya amat sedikit, seperti Thailand; negara-negera yang mayoritas warga negaranya beragama Islam, seperti Malaysia; negara-negara yang pertumbuhan ekonominya cukup lumayan tetapi negara tidak begitu memerhatikan masalah agama, seperti Singapore; dan negara yang amat meperhatikan masalah agama, khususnya Islam seperti Brunei Darussalam.
Sejak beberapa tahun terakhir, sejumlah pengamat dunia Islam atau islamicist di luar negeri memberikan analisis dan komnetar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia Tenggara, Khususnya Indonesia dan Malaysia. Karakter terpenting Islam di Asia Tenggara misalnya, watak yang lebih damai, ramah, dan toleran. Watak Islam seperti ini diakui banyak pengamat atau orentalis di masa lalu. Di antaranya, Thomas W. Arnold, dengan buku klasiknya, The Preaching of Islam (1950) yang menyimpulkan bahwa penyebaran dan perkembangan history Islam di Asia Tenggara berlansung secara damai; dalam istilah Arnold disebut sebagai penetration pacifigure.
Penyebaran Islam secara damai di Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timu Tengah, Asia Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam di Timur Tengah disebut fath, yakni pembebasan, yang sering melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk Islam, akhirnya wilayah-wilayah ini mengalami ”Arabisasi” yang lebih intens. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut sebagai futuh yang disertai kehadiran kekuatan militer Muslim dari luar. Hasilnya, Asia Tenggara sering disebut sebagai wilayah Muslim yang the last Aribicized paling kurang mengalami “Arabisasi”.

1.2 Rumusan Masalah
  1. Bagaimana perkembangan islam di kawasan Asia Tenggara?
  2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan di Asia tenggara ?
1.3 Tujuan Pembahasan
  1. Mengetahui perkembangan islam di kawasan Asia Tenggara.
  2. Memahami Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan di Asia tenggara.
















Bab II
Pembahasan
A. Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hamper semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Penetrasi Islam di Asia Tenggara dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap pertama dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotandan akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit pada sekitar abad 14-15
2. Tahap ke dua adalah sejak datangnya dan kemudian mapannya kekuasaan kolonialisme Barat sampai awal abad ke 19
3. Tahap ketiga adalah pada permulaan abad 20 terjadi “liberalisasi” sebagai kebijakan pemerintah kolonial
Islam pada umumnya disebarkan secara damai (penetration pacifique). Melalui perantara pedagang-pedagang Muslim dari Dunia Timur. Islamisasi mengalami kendala karena masyarakat-masyarakat yang telah lama dipengaruhi oleh askestisme Hindu-Budha dan sinkretisme penduduk lokal. Selain itu, juga bersaing dengan kehadiran para misionaris Kristen di Barat.
Pada perkembangannya Islam mampu menjadi agama mayoritas di Asia Tenggara. Banyak faktor yang menerangkan tentang hal tersebut, antara lain :
Pertama, pedagang Muslim asing yang datang ke Asia Tenggara memperkenalkan Islam guna mendapatkan keunggulan ekonomi dan politik di kalangan masyarakat pribumi. Para pedagang Muslim memperkenalkan ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai perdagangan dan mengambil keuntungan ekonomi secara maksimal sehingga mampu membatasi adanya pilihan terhadap agama-agama lain.
Bangsa Barat datang dengan membawa agama Kristen. Namun Kristen tidak begitu berkembang di Nusantara tapi justru Islam-lah yang berkembang pesat karena penyebaran Islam tidak dihalangi oleh pemerintah colonial dan mereka juga tidak memaksakan agama Kristen kepada penduduk setempat. Kehadiran kolonis merangsang terjadinya proses Islamisasi dan intensifikasi lebih lanjut di kawasan ini. Identifikasi kolonis sebagai penjajah kafir, menjadikan Islam sebagai wadah integrative masyarakat pribumi yang saat itu terbelah oleh berbagai faktor sosial dan cultural dalam menghadapi penjajah Barat. Kepercayaan nenek moyang atau system tradisional lainnya tidak mampu tampil sebagai alternative identifikasi dan mekanisme pertahanan diri di tengah meningkatnya bahaya dan sewenag-wenangan kolonisme Barat, kecuali Jawa yang pernah jadi pusat kekuasaan politik Hindu-Budha yang sudah diinternalisasikan dengan kebudayaan Jawa, maka tidak ada wilayah lain di Asia Tenggara yang mendalam dipenetrasi oleh Hindu-Budha. Ketentuan-ketentuan universal-transendetal Hindu tidak pernah berlaku, di Jawa sekalipun. Sistem adat atau tradisi pribumi yang sangat bersifat lokal, partikularistik dan divisive, sehingga tidak bisa tiharapkan tampil menjadi faktor integrative.
Kedua, adanya kesamaan bentuk Islam yang pertama kali datang ke Indonesia dengan sifat mistik dan sinkretisme kebudayaan nenek moyang setempat. Islam tasawwuf diterima oleh penduduk pribumi sehingga Islam mampu hidup berdampingan secara damai dengan kepercayaan nenek moyang Jawa. Muncul kaum santri, abangan dan priyayi.
Ketiga, teori lain menurut ahli-ahli Kristen. Sifat Islam yang sederhana mengandung unsure-unsur perkauman (tribalisme) yang menyebabkan Islam mudah dan cepat berkembang di kalangan masyarakat yang memiliki system kepercayaan dan tradisi yang tidak canggih. Kesederhanaan Islam cukup dengan membaca dua kalimat shahadah. Tapi Islam bukan sekedar shahadah tetapi banyak mengandung banyak ajaran lain yang menyangkut segala aspek kehidupan. Seperti yang diungkapkan oleh Snouck Hourgonje bahwa Islam tidak sesederhana itu karena perkembangan Islam di Timur Tengah sendiri diwarnai dengan Liberalisme.
Proses Islamisasi dan intensifikasi ke-Islaman banyak dipengaruhi oleh situasi dan faktor-faktor local yang menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di kawasan Asia Tenggara yang berakibat perbedaan pandangan, penghaytan, dan pengamalan Islam oleh penganutnya. Islamisasi dan intensifikasi merupakan proses konversi kepada Islam dan peningkatan kesadaran serta upaya untuk memahami dan mengamalkan Islam sesuai dengan doktrin-doktrin yang sebenarnya, yang bersih dari bid’ah dan percampuran dengan unsure-unsur non Islam lainnya. Proses ini disebut sebagai kembali kepada Al-Quran dan Hadits.
Pembentukan kebudayaan dan tatanan politik Islam di dunia dapat berkembang karena adanya tasawwuf. Proses internasionalisasi Islam tasawwuf tidaklah berjalan sendiri, karena diperlukan adanya keterikatan tasawwuf kepada shari’ah secara sufistik.
CARA- CARA MASUKNYA ISLAM
Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu:
1. Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan pedagang-rpedrarrgarng Muslim.
Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran prendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
a. Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah setempat.
c. Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang sangat penting.
B. Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).
Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi).
Karena itu, sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus melakukan penyebaran Islam. Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang di daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China Selatan. Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang dan munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671. Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Dari sumber tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut beberapa ahli, yang dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud dengan Ta-Shih adalah Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara sejak abad-7 dengan membawa ajaran Islam.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta Shih. Ada yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera atau di Palembang. Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang di daerah Terengganu. Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada di bagian Barat Asia Tenggara. Juga ada pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari Hikayat Dinasti Tang yang melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan orang Ta-Shih dan Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo) untuk membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899).
Setelah melakukan perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan Po-Se menyingkir dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk meminta perlindungan dari kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini terlihat bahwa orang Arab dan Persia yang sudah merupakan komunitas Muslim itu mampu melakukan kegiatan politik dan perlawanan terhadap penguasa China. Ada beberapa pendapat dari para ahli sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia :
1. Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
2. Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa.
3. Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M.
4. Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera.
Sedangkan perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya kerajaankerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
a. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina;
b. Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam Islam;
c. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).


C. Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Sebagaimana telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.
Namun dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.
Sejumlah karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini.
System pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di Islamkan.


















PENUTUP

KESIMPULAN

Studi mengenai Islam di Asia Tenggara mempunyai sumber-sumber histiriografi sejarah awal Islam di kawasan ini tidak terlalu dapat dijadikan pegangan, walaupun begitu tidak dapat diabaikan sama sekali. Secara keseluruhan catatan-catatan mengenai Islamisasi di Asia Tenggara yang terdapat pada literature dan tradisi Melayu serta Indonedia tidak terlalu banyak dipercaya walaupun terdapat semacam keseragaman tentang catatan-catatan itu.















Daftar pustaka

http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=84714
www.tugu.com
Dan sumber-sumber yang lain.