A.
Pendahuluan
Seperti yang
kita ketahui bahwa ibadah sholat sebagai satu amalan wajib bagi seluruh umat
Islam seperti halnya dalam firman Allah:
Artinya: Dirikanlah
shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
(QS: al-Israa’:78)
Demikianlah
Allah memerintah untuk melaksanakan sholat fardhu yang lima waktu, yaitu sholat
Isya, Shubuh, Dhuhur, ‘Ashar, dan Maghrib. Kelima sholat tersebut merupakan
rangkaian sholat wajib yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam yang beriman
kepada Allah swt.
Selain harus
melaksanakan sholat fardhu lima waktu yang wajib tersebut, umat Islam juga
diperintahkan untuk melaksanakan berbagai macam sholat sunnah, yang berfungsi
untuk menyempurnakan amalan sholat-sholat fardhu. Salah satu sholat
sunnah yang diperintahkan adalah sholat sunnah rawatib, sebagaimana banyak
terdapat pada hadits-hadits Rasulullah saw. Sholat sunnah rawatib merupakan
salah satu jenis sholat sunnah yang dikerjakan ketika sebelum atau sesudah
melaksanakan sholat-sholat wajib atau sholat fardhu.
Sholat sunnah
rawatib yang dilaksanakan sebelum sholat fardhu disebut dengan sholat sunnah
Qobliyah, sedangkan sholat rawatib yang dikerjakan sesudah mengerjakan sholat
fardhu disebut dengan sholat sunnah Ba’diyah. Sedangkan mengenai kesunahannya,
sholat sunnah rawatib ada yang hukumnya sunnah muakkad, ada pula yang sunnah
ghoiru muakkad. Sholat sunnah rawatib dikerjakan sebanyak dua rakaat atau ada
juga yang dilakukan sebanyak empat rakaat.
Di sini penulis
akan mencoba menjelaskan dan memberi gambaran amaliyah sholat-sholat yang
termasuk dalam sholat sunnah muakkad dan sholat sunnah ghoiru muakkad yang
diharapkan mampu memberi pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya
sholat-sholat sunnah tersebut.
B.
Substansi Kajian
1.
Sholat Sunnah Muakkad
a)
Pengertian Sholat Sunnah Muakkad
Shalat sunnah muakad adalah shalat sunnah yang
dikuatkan atau shalat sunnah yang selalu dikerjakan Rasulullah dan jarang
ditinggalkannya.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
shalat sunnah muakad adalah sebagai berikut:
1) Tidak didahului adzan dan iqomah
2) Diaksanakan secara munfarid (sendirian)
kecuali shalat sunnah idain
3) Dimulai dengan niat sesuai dengan jenis
shalatnya
4) Dilaksanakan dengan dua rakaat-salam
5) Tempat melaksanakan shalat sunnah sebaiknya
berbeda dengan shalat wajib
6) Bacaan sunnah ada yang dibaca sirri
(berbisik): shalat dhuha dan shalat sunnah rawatib dan ada yang dibaca jahr
(keras): shalat sunnah idain.
b)
Macam-macam shalat sunnah muakad
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa sholat sunnah muakkad adalah sholat sunnah yang di anjurkan oleh
Rasulullah sehingga rasulullah berat untuk meninggalkannya. Adapun macam-macam
dari sholat sunnah muakkad adalah sebagai berikut:
1) Shalat sunnah rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang
menyertai shalat fardhu baik dikerjakan sebelum shalat fardhu ataupun
sesudahnya. Yang sering disebut shalat qobliyah (sebelum), shalat ba’diyah
(sesudah). Dari
beberapa macam sholat sunnah qobliyah dan ba’diyah yang ada, ada beberapa yang
termasuk dalam sholat sunnah rawatib muakkad, yaitu sholat rawatib yang
dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Adapun yang termasuk
shalat sunnah rawatib muakkad menurut kesepakatan semua ulama adalah yang
memiliki ketentuan sebagi berikut:
1)
Dua rakaat sebelum shalat subuh
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan oleh Nabi,
sebagai berikut:
ﻋﻦ ﻋﺎﺌﺸﻪ ﺍﻠﻧﺑﻲ ﺺ.ﻡ
ﻠﻡ ﻳﻜﻦ.ﻋﻟﻰ ﺸﻴﺊ ﻤﻥ ﺍﻠﻧﻮﺍ ﻓﻞ ﺃﺸﺪ ﻤﻧﻪ ﺗﻌﺎﻫﺪﺍﻋﻠﻰ ﺮﻜﻌﺘﻰ ﺍﻠﻓﺠﺮ .ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺑﺧﺍﺮﻯ
Artinya: dari Aisyah r.a.. “tidak ada shalat
sunnah yang dipentingkan oleh Nabi SAW selain dua rakaat sebelum subuh (shalat
fajar).” (H.R. Al-Bukhari: 1093)
2)
Empat rakaat sebelum shalat dzuhur
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : اَنَّ النَّبِىَّ
صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَدَعُ اَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ
وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ (رواه البخارى(
Artinya:
Dari Aiyah Ra. berkata : “Sesungguhnya Nabi Saw, tidak ada pernah
meninggalkan empat rakaat sebelum Dzuhur (dua rakaat sunnah muakkad dan dua
rakaat sunnah ghairu muakkad) dan dua rakaat sebelum shalat fajar”.
(HR.Bukhari)
Shalat
rawatib ini juga berlaku untuk shalat Jum’at, karena shalat Jum’at merupakan
ganti dari shalat Dzuhur.
اَنَّ ابْنَ مَسْعُوْدٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يُصَلِّى قَبْلَ
الْجُمْعَةِ اَرْبَعًا وَبَعْدَهَا اَرْبَعًا (رواه الترمذى(
Artinya:
”Sesungguhnya Ibnu Mas’ud melakukan shalat empat rakaat sebelum dan setelah
shalat Jum’at”. (HR At Tirmidzi)
3)
Dua rakaat sesudah shalat dzuhur
عَنْ اُمِّ حَبِيْبَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ, قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلَ
الظُّهْرِ وَاَرْبَعًا بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ )رواه الترمذى(
Artinya:
Dari Umi Habibah Ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa shalat
empat rakaat sebelum Dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah
mengharamkannya masuk neraka”. (HR At Tirmidzi).
Catatan
:
Yang
dimaksud dengan empat rakaat dalam hadits di atas adalah dua rakaat sunnah
muakkad dan dua rakaat sunnah ghairu muakkad.
4)
Dua rakaat sesudah shalat maghrib
5)
Dua rakaat sesudah shalat isya’
عَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَفِظْتً
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ
الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ, وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ ورَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاءِ (رواه البخارى
ومسلم(
Artinya:
Dari Abdullab bin Umar Ra. berkata : “Saya hafal dari Rasulullah Saw. dua rakaat
sebelum Dzuhur dan dua rakaat sesudah Dzuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua
rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebelum Shubuh”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Keutamaan shalat sunnah rawatib muakkad adalah:
1)
Keutamaan shalat sunnah sebelum subuh
Dijelaskan oleh hadits sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ
الدُّنْيَاوَمَافِيْهَا )رواه
المسلم(
Artinya: Dari Aisyah r.a. dari Nabi SAW. Beliau
telah bersabda, ”dua rakaat sebelum fajar itu lebih baik daripada dunia dan
segala isinya.” (HR. Muslim)
2)
Keutamaan shalat sunnah dzuhur baik qabliyah
maupun ba’diyah dan shalat sunnah sesudah shalat maghrib dan sesudah isya’
Dijelaskan dalam hadits, yang artinya sebagai
berikut:
عَنْ اُمِّ حَبِيْبَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
اِثْنَى عَشَرَةَ رَكْعَةً بَنَى بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ : اَرْبَعًا قَبْلَ
الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا, وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ )رواه الترمذى(
Artinya: “siapa yang shalat sehari semalam
dua belas rakaat, maka dibangunlah bagimya sebuah rumah di surga, yaitu 4
rakaat sebelum dzuhur, 2 rakaat sesudah dzuhur, 2 rakaat sesudah maghrib, 2
rakaat sesudah isya’ dan 2 rakaat sebelum subuh.” (HR. Turmudzi).
2)
Shalat sunnah malam
Shalat sunnah malam adalah shalat sunnah yang
dikerjakan pada malam hari setelah shalat isya’ sampai terlihat fajar. Karena
begitu pentingnya sholat malam ini hampir-hampir Rasulullah saw. mewajibkan
sholat sunnah ini di setiap malamnya.
Macam-macam shalat sunnah malam
1.
Shalat witir
Shalat witir adalah shalat sunnah yang
dilaksanakan pada malam hari setelah shalat isya’ hingga terbitnya fajar dengan
jumlah rakaat yang ganjil, paling sedikit satu rakaat dan paling banyak sebelas
rakaat. Dan Shalat witir sebagai penutup dari seluruh shalat malam.
Para ulama sepakat bahwa waktu shalat sunnah
witir itu adalah sesudah shalat isya’ dan terus berlangsung sampai tiba fajar.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Mas’ud al-Anshari r.a berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلّم يوتر اوّل
الليل اوسطه وأخره. رواه احمد بسند صحيحٍ
Artinya: “Rasulullah saw. itu mengerjakan
shalat witir pada awal malam. Kadang-kadang pula dipertengahan malam dan
kadang-kadang pula pada penghabisan malam itu.” (HR Ahmad dengan sanad yang
shahih)”
Dan disunnahkan menyegerakan shalat witir pada
permulaan malam bagi seseorang yang khawatir tidak akan bangun pada akhir
malam. Akan tetapi, bagi seorang yang mampu bangun pada akhir malam, maka
disunnahkan mengerjakan witir itu di akhir malam.
Tidak ada dua kali witir dalam semalam. Seseorang
yang telah mengerjakan shalat witir, lalu ingin shalat sunnah lagi, keadaan
seperti ini boleh dilakukan. Akan tetapi, jangan mengulangi lagi shalat witir
untuk kedua kalinya. Hal ini berdasarkan riwayat Abu Daud, Nasa’I, dan Tirmidzi
yang menganggapnya hasan, Ali. r.a berkata:
سمعت رسول الله
صلّى الله عليه وسلّم يقول: لاوتران فى ليلةٍ صلاةُ الوِتْرِ وَاجِبَةٌ عِنْدَ
أبِى حَنِيْفَةَ وَسُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ عِنْدَ غَيْرِهِ
Sholat witir menurut Syafi'i, Hambali
dan Maliki hukumnya adalah sunnah muakkadah sementara menurut Hanafi
hukumnya wajib.
Cara pelaksanaan shalat witir
a.
Tiap-tiap dua rakaat salam dan yang terakhir
boleh satu atau tiga rakaat salam.
b.
Shalat witir dilaksanakan tiga rakaat maka tidak
usah membaca tasyahud awal
Madzhab
|
Jumlah
|
Keterangan
|
Maliki
|
3 rakaat
|
dipisah
dengan satu salam
|
Hanafi
|
3 rakaat
|
Tanpa dipisah
dengan salam
|
Syafi’i
|
1
rakaat
|
-
|
2.
Shalat Tahajjud
Shalat tahajjud adalah shalat sunnah yang
dilaksanakan pada malam hari. Waktu yang paling baik ialah dilaksanakan sesudah
bangun tidur setelah shalat isya’ sepertiga malam yang terakhir. Jumlah
bilangan rakaatnya paling sedikit dua rakaat dan paling banyak tidak terbatas.
Allah berfirman: surat al-isra’: 79
z`ÏBur È@ø©9$# ô¤fygtFsù ¾ÏmÎ/ \'s#Ïù$tR y7©9 #Ó|¤tã br& y7sWyèö7t y7/u $YB$s)tB #YqßJøt¤C ÇÐÒÈ
Artinya: “dan pada sebahagian malam hari
bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu;
Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.”
Dalam melaksanakan shalat tahajjud, maka
seseorang disunnahkan untuk melakukan hal-hal berikut:
a.
Niat bangun malam untuk mengerjakan shalat
tahajjud ketika akan tidur
b.
Menghilangkan kantuk dengan bersuci dan melihat
ke langit sambil berdo’a
c.
Sebaiknya dimulai dengan shalat iftitah sebelum
shalat tahajjud
d.
Hendaklah membangunkan keluarganya untuk
bersama-sama mengerjakan perbuatan mulia tsb.
e.
Tidak memaksakan diri, bila mengantuk hendaklah
tidur terlebih dahulu kemudian melanjutkan kembali
Tentang
waktunya, shalat malam boleh dikerjakan dipermulaan, pertengahan, atau
penghabisan malam, dengan syarat sudah melakukan shalat isya’. Dan dikatakan
bahwasannya ada waktu-waktu utama dalam melaksanakan shalat tahajjud ini,
yaitu: pada sepertiga malam yang akhir sudah tiba.
3.
Shalat tarawih
Shalat sunnah tarawih adalah shalat sunnah yang
dikerjakan pada malam hari, pada bulan ramadhan. Waktunya setelah melaksanakan
shalat isya’ sampai menjelang subuh.
Bilangan rakaat shalat tarawih
Madzhab
|
Bilangan
|
Alasan
|
Syafi’I
|
20
|
Berdasarkan yang dilakukan oleh
Khalifah Umar bin Khatab dalam rangka mensyiarkan malam ramadhan
|
Hanafi
|
20
|
Hambali
|
20
|
Maliki
|
39
|
Melihat penduduk Madinah melakukan
shalat tarawih 39 rakaat disertai shalat witir
|
hadits Aisyah
|
11
|
melihat Nabi melakukan shalat
malam pada bulan ramadhan maupun selain ramadhan hanya sebanyak 11 rakaat
|
Perbedaan pendapat tentang hal ini tidak perlu
menjadi bahan pertentangan karena tarawih itu merupakan bagian dari shalat
malam yang jumlah rakaatnya tidak terbatas. Semua itu untuk menghidupkan malam
ramadhan yang banyak berkahnya. Jika shalat tarawih dilaksanakan empat rakaat
maka tidak diselingi dengan tasyahud awal.
3)
Shalat Sunnah Idain
Kata idain berarti dua hari raya, yaitu hari
raya idul fitri dan hari raya idul adha. Shalat idain adalah shalat sunnah yang
dilakukan karena datangnya hari raya idul fitri atau idul adha. Shalat idul
fitri di laksanakan pada tanggal 1 syawal, sedangkan shalat idul adha di
laksanakan pada tanggal 10 dzulhijjah. Shalat idain disyariatkan pada
tahun pertama hijriyah. Dan dianjurkan dilaksanakan di lapangan dan berjama’ah.
Hukum melaksanakan kedua shalat ‘Id ini sama,
yakni sunnah muakkadah (yang
dikuatkan/penting sekali). Sejak disyariatkannya shalat ‘Id ini, Rasulullah
Saw. tidak pernah meninggalkannya. Allah berfirman dalam surat al-Kautsar (108)
ayat 1-2:
!$¯RÎ) »oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu (hai Muhammad) nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS.
al-Kautsar (108): 1-2).
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum
shalat idul fitri dan idul adha, yaitu:
Madzhab
|
Hukum
|
Hanafi
|
Fardhu ain dengan syarat-syarat
yang ada pada shalat jum’at tetapi jika tidak dipenuhi kewajiban tersebut
maka akan menjadi gugur.
|
Maliki
|
Sunnah muakkad
|
Syafi’i
|
Sunnah muakkad
|
Hambali
|
Fardhu kifayah
|
Kedua shalat hari raya tersebut pada prinsipnya
sama dalam hal tata caranya, kecuali niat dan waktunya yang berbeda. Jumlah
rekaat keduanya juga sama, yaitu dua rekaat. Waktu melaksanakan shalat ‘Idain
ini adalah sejak terbit matahari sampai tergelincir matahari. Akan tetapi,
shalat ‘Idul Fitri lebih baik diakhirkan sedikit daripada shalat ‘Idul Adha
yang disunnahkan lebih pagi.
Gambar
1.1 sholat Idhul fitri/Adha
Gambar di atas menggambarkan kondisi di mana
orang-orang muslim sedang melakukan sholat idhul fitri di lapangan secara
berjamaah.
Gambar 1.2 khutbah setelah berlangsungnya
sholat Idhul fitri/ Adha
Dari gambar 1.2 di atas adalah sebuah gambaran
yang menunjukkan perayaan hari kemenangan umat islam. Setelah melakukan sholat
idh biasanya selalu dilanjut dengan agenda khutbah yang berisi seputar
kemenangan dan makna idhul fitri/adha itu sendiri dalam islam.
Waktu pelaksanaan shalat ied menurut imam
madzhab, yaitu:
Madzhab
|
Waktu shalat
|
Hambali
|
Sejak naiknya matahari setombak
sampai waktu zawal
|
Syafi’i
|
Sejak terbitnya matahari sampai
tergelincirnya matahari (waktu zawal)
|
Imamiyah
|
Sejak terbitnya matahari sampai
tergelincirnya matahari (waktu zawal)
|
Setelah selesai melakukan shalat ‘Idain ini
disusul dengan khutbah. Nabi dan para shahabatnya melakukan shalat ‘Idain
sebelum khutbah seperti yang dijelaskan oleh Ibnu ‘Umar:
كان
رسول الله صلىّ الله عليه وسلّم و أبو بكر وعمر يصلّون العيدين قبل الخطبة (رواه
الجماعة).
Artinya: Adalah Rasulullah Saw., Abu Bakar, dan
‘Umar melakukan shalat ‘Idain sebelum khutbah (HR. Jama’ah ahli hadits).
Berikut adalah tata cara shalat ied menurut
madzab-madzhab:
Madzhab
|
Tata cara
|
Hanafi
|
Niat, mengucapkan takbiratul
ihram, mengucapkan takbir 3 kali diselingi dengan diam sejenak sekadar bacaan
3 kali atau juga boleh mengucapkan ﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍﻛﺑﺮ
Kemudian ﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮﺟﻴﻢ
acabmem setelah itu membaca alfatihah dan
surat, lalu ruku’ dan sujud. Rakaat kedua, membaca alfatihah, surat, takbir 3
kali, ruku’, sujud, menyempurnakan shalat hingga selesai.
|
Syafi’i
|
Mengucapkan takbiratul ihram,
membaca doa iftihah, kemudian takbir tujuh kali, tiap-tiap 2 takbir di
selingi ﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍﻛﺑﺮSecara
perlahan, kemudian membacaﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮﺟﻴﻢ kemudian
membaca alfatihah, surat Qaf, ruku’, sujud. Rakaat kedua, membaca
takbir yang kemudian di tambah 5 kali takbir lagi, diantara 2 takbir
diselingi membacaﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍﻛﺑﺮKemudian
membaca alfatihah dan surat iqtarobat kemudian menyempurnakan hingga
selesai.
|
Hambali
|
Membaca doa iftitah, membaca
takbir 6 kali, yang diantara 2 takbir itu membaca:
ﺍﷲﺍﻜﺑﺮﻜﺑﻴﺮﺍﻮﺍﻟﺤﻤﺪﷲﻜﺛﻴﺮﺍﻮﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﺑﻜﺮﺓﺃﺻﻴﻼﻮﺻﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻰﻣﺤﻣﺩﻮﺍﻠﻪﻮﺴﻠﻢﺘﺴﻠﻴﻣﺎ
kemudian membacaﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮﺟﻴﻢ dan basmalah, lalu membaca al-fatihah
dan surat al-a’la. Rakaat kedua, membaca takbir 5 kali dan tiap-tiap dua
takbir diselingi dengan ucapan yang sama pada rakaat pertama. Kemudian
membaca alfatihah dan surat al-ghasyiyah, lalu ruku’ sampai selesai.
|
Maliki
|
Mengucapkan takbiratul ihram,
takbir 6 kali, lalu membaca al-fatihah dan surat al-a’la, ruku’, dan
sujud. Bangkit Rakaat kedua sambil membaca takbir, ditambah dengan 5 takbir
sesudahnya, lalu membaca al-fatihah dan surat as-syamsi kemudian shala
hingga selesai.
|
Hal-hal yang di sunnahkan dalam shalat ied
a.
Membaca takbir.
b.
Mandi, berhias, memakai pakaian yang paling
bagus, dan memakai wangi-wangian.
c.
Makan sebelum shalat idul fitri, sedangkan
untuk idul adha makannya sesudah pulang dari shalat ied.
d.
Berangkat menuju ke tempat shalat ied dan
pulangnya dengan jalan yang berbeda.
Hal-hal yang di sunnahkan pada waktu shalat ied
a. Dilaksanakan secara berjamaah
b. Takbir tujuh kali setelah membaca do’a
iftitah sebelum membaca surat alfatihah pada rakaat pertama. Pada rakaat kedua
takbir lima rakaat sebelum membaca surat al-fatihah selain dari takbir pada
waktu berdiri.
c. Mengangkat tangan setiap kali takbir
d. Membaca tasbih di antara beberapa takbir
e. Membaca surat Al-A’la setelah surat
Al-fatihah pada rakaat pertama dan surat Al-ghasyiyah.
2.
Sholat Sunnah Ghoiru Muakkad
a)
Pengertian Sholat Sunnah Ghoiru Muakkad
Shalat sunnah
ghairu muakad adalah shalat sunnah yang tidak dikuatkan (kadang dikerjakan
Rasulullah dan kadang tidak dikerjakannya). Maksudnya adalah sholat sunnah yang
tidak dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Dari pengertian
diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sholat sunnah yang
termasuk dalam sunnah ghoiru muakkad, yaitu:
a.
Tidak didahului
adzan dan iqomah
b.
Dilaksanakan
secara munfarid (sendirian)
c.
Dilaksanakan
dengan dua rakaat salam
d.
Tempat
melaksanakan shalat sunnah sebaiknya berbeda dengan shalat wajib
e.
Bacaan tidak di
nyaringkan
f.
Memulai shalat
di awali dengan niatnya masing-masing.
b)
Macam-macam sholat sunnah ghoiru muakkad
Sebagaimana pengertian di atas dan ciri yang
disebutkan di atas, maka adapun macam-macam dari sholat sunnah ghoiru muakkad
adalah sebagi berikut:
1.
Shalat Tahiyatul Masjid
Tahiyatul masjid berarti penghormatan masjid,
shalat tahiyatul masjid berarti shalat yang dikerjakan untuk menghormati
masjid. Masjid adalah tempat manusia bersemabah sujud kepada Allah, semua
kegiatan di masjid menggunakan nama Allah oleh karena itu masjid disebut
Baitullah. Demikian mulianya sehingga islam mensyariatkan shalat tahiyatul
masjid, Rasulullah bersabda:
ﺇﺬﺍ ﺟﺎﺀ ﺍﺤﺪﻜﻢ ﺍﻠﻤﺴﺟﺪ ﻓﻠﻴﺻﻞ ﺴﺟﺪﺗﻳﻥ ﻣﻥ ﻗﺑﻞ ﺍﻥ ﻴﺟﻟﺱ. ﺭﻮﺍﻩﺃﺑﻮ ﺪﺍﻮﺪ
Artinya: “Apabila salah seorang diantara
kamu masuk masjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum duduk. “(HR.Abu
Dawud dari Abi Qatadah : 395)
Gambar 1.3 sholat tahiyatul masjid
Gambar
di atas adalah salah satu gambaran yang menunjukkan seseorang yang sedang
melakukan sholat tahiyatul masjid. Mereka melakukan sholat tahiyatul masjid
saat setelah masuk masjid dan belum sampai duduk. Dilakukan sendiri-sendiri
tidak berjama’ah, sebagaimana berikut akan dijelaskan bagaimana tata cara dalam
melakukan shalat tahiyatul masjid.
Tata cara pelaksanaan shalat tahiyatul masjid
adalah sebagai berikut :
1. Jumlah rakaatnya
hanya 2 rakaat.
2. Dilaksanakan
secara munfarid (sendirian).
3. Syarat sah
shalat tahiyatul masjid sama dengan shalat yang lain, ditambah satu lagi yakni
dilakukan di masjid. Tidak sah jika dilakukan diluar masjid.
4. Waktunya setiap
saat memasuki masjid, baik untuk melaksanakan shalat fardu
maupun ketika akan beri’tikaf.
5. Bacaan-bacaan
shalat tahiyatul masjid sama dengan shalat yang lain, hanya niatnya saja yang
berbeda.
6. Urutannya
secara garis besarnya :
a.
Berniat shalat Tahiyatul Masjid, contoh
lafadznya :
أُصَلِّي سُنَّةً تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ
رَكْعَتَيْنِ للهِ تَعَالى
Artinya: “Saya
berniat shalat tahiyat masjid dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
b.
Takbiratul ihram
c.
Shalat dua rakaat seperti biasa.
d.
Salam.
Tujuan dari pelaksanaan shalat dua rakaat ini
adalah untuk menghormati masjid. Karena masjid memiliki kehormatan dan
kedudukan mulia yang harus dijaga oleh orang yang memasukinya. Yaitu dengan
tidak duduk sehingga melaksanakan shalat tahiyatul masjid ini. Karena pentingnya
shalat ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetap memerintahkan
seorang sahabatnya – Sulaik al-Ghaathafani – yang langsung duduk shalat
memasuki masjid untuk mendengarkan khutbah dari lisannya. Ya, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam tidak membiarkannya duduk walaupun untuk mendengarkan
khutbah dari lisannya, maka selayaknya kita memperhatikan shalat ini.
Jumhur ulama berpendapat : hukum shalat dua rakaat sebelum masuk masjid
adalah mandub (sunnah) dan tidak wajib.
2.
Shalat sunnah rawatib
Ada beberapa shalat sunnah rawatib yang
merupakan sunnah ghairu muakkad, yaitu:
a.
Dua rakaat
sebelum Dzuhur
b.
Empat rakaat
sesudah Dzuhur
c.
Empat rakaat
sebelum Ashar.
d.
Dua rakaat
sebelum Maghrib.
e.
Dua rakaat
sebelum Isya’.
Namun menurut madzhab Hanafi dan Syafi’I yang
termasuk dalam sholat sunnah rawatib ghoiru muakkada adalah sebagi berikut:
MADZHAB
|
RAKAAT
|
Hanafi
|
4 rakaat sebelum dan sesudah dhuhur dan 4
rakaat sebelum ashar
|
Syafi’i
|
3.
Shalat Dhuha
Shalat dhuha adalah shalat yang dikerjakan pada
waktu dhuha, yakni ketika matahari sudah naik, yaitu kira-kira setinggi tombak
sampai matahari tergelincir yaitu menjelang
waktu dhuhur. Hukum mengerjakan shalat dhuha adalah sunnah. Shalat dhuha
memiliki keutamaan yang besar bagi pelakunya sehingga rasulullah menganjurkan
para sahabat dan seluruh kaum muslim untuk melaksanakannya.
Bilangan rakaat shalat dhuha. Shalat dhuha
dikerjakan sekurang-kurangnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya sebelas rakaat.
Tata Cara
Shalat Dhuha
Tata cara shalat dhuha sama dengan shalat
lainnya. Hanya saja pada rakaat pertama dianjurkan membaca surat Al-fatihah
kemudian surat Asy-Syams sedangkan rakaat surat Al-fatihah lalu surat ad-dhuha.
Jika belum hafal boleh menggunakan surat apa saja.
3. Sketsa Praktek
Sholat Sunnah Takhiyatul Masjid
Niat sholat ini dapat dilafalkan kalimat berikut:
أُصَلِّي سُنَّةً تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ
رَكْعَتَيْنِ للهِ تَعَالى
Dalam sketsa
ini adalah gambaran jelas bagaimana pelaksanaan dari salah satu sholat sunnah
ghoiru muakkad,yaitu sholat tahiyatul masjid.
C.
Skema
1.
2 Rakaat sebelum shubuh
2.
2 Rakaat sebelum dhuhur
3.
2 Rakaat sesudah dhuhur
4.
2 Rakaat sesudah maghrib
5.
2 Rakaat sesudah Isya’
|
1.
4 Rakaat sebelum dhuhur
2.
4 Rakaat sesudah dhuhur
3.
4 Rakaat sebelum ashar
4.
2 Rakaat sebelum
maghrib
|
D.
Kesimpulan
Diantara banyak
macam sholat sunnah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. ada
sholat-sholat sunnah yang tergolong pada yang dianjurkan dan yang tidak
dianjurkan, namun tetap dilaksanakan oleh Rasulullah sebagai tauladan bagi umat
Islam sedunia. Maka dari itu, bolehlah kita klasifikasikan sholat sunnah
menjadi 2, yaitu:
1.
Shalat Sunnah Muakkad
Sholat sunnah Muakkad adalah shalat sunnah yang
dikuatkan atau shalat sunnah yang selalu dikerjakan Rasulullah dan jarang
ditinggalkannya.
Adapun macam-macamnya adalah sebagai berikut:
a.
Shalat sunnah rawatib, sholat sunnah rawatib
muakkad terdiri dari:
1)
Dua rakaat sebelum shalat subuh
2)
Dua rakaat sebelum shalat dzuhur
3)
Dua rakaat sesudah shalat dzuhur
4)
Dua rakaat sesudah shalat maghrib
5)
Dua rakaat sesudah shalat isya’
b.
Shalat sunnah malam, sholat sunnah muakkad yang
ada dalam shalat malam adalah sebagai berikut:
1)
Shalat tahajjud
2)
Shalat sunnah tarawih
3)
Shalat witir
c.
Shalat Sunnah Idain
2.
Shalat Sunnah Ghoiru Muakkad
Shalat sunnah
ghairu muakad adalah shalat sunnah yang kadang dikerjakan Rasulullah dan kadang
tidak dikerjakannya. Maksudnya adalah sholat sunnah yang tidak dianjurkan oleh
Rasulullah saw.
Adapun yang
termasuk dalam kategori shalat sunnah ghoiru muakkad adalah:
a.
Tahiyatul masjid
b.
Shalat sunnah rawatib,
Sebagaimana
dalam shalat sunnah muakkad, ada juga shalat rawatib yang terkategorikan
sebagai shalat rawatib yang ghoiru muakkad, diantaranya adalah:
1)
Dua rakaat
sebelum Dzuhur
2)
Dua rakaat
sesudah Dzuhur
3)
Empat rakaat
sebelum Ashar.
4)
Dua rakaat
sebelum Maghrib.
5)
Dua rakaat
sebelum Isya’
c.
Shalat dhuha
Dan dalam semua macam-macam sholat ini memiliki
kesamaan dalam pelaksanaannya hanya saja berbeda dalam niatnya di setiap
sholatnya.
Daftar Pustaka
Abyan, Amir. (2008). Pendidikan Agama Islam Fikih. Semarang:
PT karya Toha Putra.
Mughniyah,
Jawad. (2010). Fiqih Lima madzab.Jakarta: Penerbit Lentera.
Darsono,
Ibrahim. (2008). Penerapan fikih. Solo: Tiga Serangkai.
Taufiq,
Abdurrahman. (2006). Bidayatul Mujtahid. Jakarta: Pustaka Azzam.
Bagir,
Muhammad. (2008). Fiqh Praktis.Bandung: Penerbit Karisma.
Alhusaini.
(2007). Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina Iman Printing.
Sabiq,
Sayyid. (2004). Fiqhus Sunnah.Jakarta: Darul Fath.
Shalat Tarawih
Menurut Mazhab Empat, diakses pada tanggal 7 April 2013 dari
(http://Redhabelajarikhlas.blogspot.com)
THANK'S TO KHUSNUL AND AISYAH
Abdurrahman
Taufiq, Bidayatul Mujtahid (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hal. 414.