Senin, 10 Juni 2013

PENDIDIKAN ISLAM PADA SEKOLAH UMUM DAN MADRASAH



A.     PENDIDIKAN ISLAM PADA SEKOLAH UMUM

Banyak usaha yang dilakukan oleh para ilmuan dan ulama karena memperhatikan pelaksanaan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan formal kita, misalnya dalam forum-forum seminar sereta berbagai forum pertemuan ilmiah lainnya. Para ilmuan dan ulama serta teknokrat sepakat bahwa pendidikan agama di tanah air kita harus di sukseskan semaksimal mungkin sejalan dengan lajunya pembangunan nasional.

Namun, dalam pelaksanaan program pedidikan agama di berbagai sekolah di indonesia, belum berjalan seperti yang di harapkan, karena berbagai kendala dalam bidang kemnampuan pelaksanaan metoder, sarana fisik dan non fisik, di samping suasana lingkungan pendidikan yang kurang menunjang kurang menunjang suksesnya pendidikan mental-spiritual dan moral

Faktor –Faktor Eksternal
1.      Timbulnya sikap orang tua di beberapa lingkungan sekitar sekolah yang kurang menyadari pentingnya pendidikan agama.
2.      Situasi lingkungan sekitar sekolah di pengaruhi godaan-godaan setan dalam berbagai macam bentuknya, seperti: judi, dan tontonan yang menyenangkan nafsu.
3.      Serbuan dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi dari luar negeri semakim melunturkan perasaan reli8gius dan melebarkam kesenjangan antara nilai tradisional dengan nilai rasional teknologis.
Faktor-Faktor Internal Sekolah
Perangkat input instrumen yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan menjadi sumber kerawanan karena:
1.      Guru kurang kompeten untuk menjadi tenaga profesional pendidikan atau jabatan guru yang di sandangnya hanya merupakan pekerjaan alternatif terakhir, tampa ada rasa dedikasi sesuai tuntutan pendidikan.
2.      Hubungan guru agama dengan murid hanya bersifat formal, tampa berlanjut dalam situasi informal di luar kelas.
3.      Pendekatan metodologi guru masih terpaku pada orientasi tradisional sehingga tidak mampu menarik minat murid pada pelajaran agama.
4.      Belum mantapnya landasan perundangan yang menjadi dasar terpijaknya pengelolaan pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional, termasuk pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan islam.

B.     PENDIDIKAN ISLAM PADA MADRASAH

Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah sudah ada sejak agama islam berkembang di indonesia, madrasah itu tumbuh dan berkembang dari bawah, dalam arti masyarakat(umat) yang didasari oleh rasa tanggung jawab untuk menyampaikan ajaran islam kepada generasi penerus. Oleh karena itu madrasah pda waktu itu lebih di tekankan pada pendalaman ilmu-ilmu islam.

Di indonesia madrasah sebagai lembaga pendidikan islam dalam proses perkembangannya telah mengalami strategi pengelolaan dengan tujuannya yang ber5ubah di sesuaikan dengan tuntutan zaman. Pada zaman sebelum prolamasi kemerdekaan, madrasah di kelola untuk tujuan idealisme ukhrawi semata , yang mengabaikan tujuan duniawi sehingga posisinya jauh berbeda dengan sistem sekolah yang didirikan oleh belanda.

Produk atau output sekolah itu semakin memperlebar jurang pemisah dari output pendidikan madrasah. Akibatnya dalam kehidupan kewarganegaraan, timbullah perbedaan kualitas hidup,sikap dan cara berfikir dan orientasinya mengalami perbedaan yang mencolok.

Oleh karena itu, seiring dengan tuntutan kemajuan msyarakat setelah proklamasi kemerdekaan 1945, madrasah yang eksistensinya tetap di pertahankan dalam masyarakat bangsa, di usahakan agar vstrategi pengelolaannya semakin mendekati sistem pengelolaan sekolah umum, bahkan secara pragmatis semakin berintegrasi dengan program pendidikan sekolah umum. Demikian juga sekolah umum harus semakin dekat kepada pendidikan agama.

Selasa, 04 Juni 2013

Makalah Shalat sunnah



A.    Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui bahwa ibadah sholat sebagai satu amalan wajib bagi seluruh umat Islam seperti halnya dalam firman Allah:

Artinya: Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS: al-Israa’:78)
Demikianlah Allah memerintah untuk melaksanakan sholat fardhu yang lima waktu, yaitu sholat Isya, Shubuh, Dhuhur, ‘Ashar, dan Maghrib. Kelima sholat tersebut merupakan rangkaian sholat wajib yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam yang beriman kepada Allah swt.
Selain harus melaksanakan sholat fardhu lima waktu yang wajib tersebut, umat Islam juga diperintahkan untuk melaksanakan berbagai macam sholat sunnah, yang berfungsi untuk menyempurnakan amalan sholat-sholat fardhu. Salah satu sholat sunnah yang diperintahkan adalah sholat sunnah rawatib, sebagaimana banyak terdapat pada hadits-hadits Rasulullah saw. Sholat sunnah rawatib merupakan salah satu jenis sholat sunnah yang dikerjakan ketika sebelum atau sesudah melaksanakan sholat-sholat wajib atau sholat fardhu.
Sholat sunnah rawatib yang dilaksanakan sebelum sholat fardhu disebut dengan sholat sunnah Qobliyah, sedangkan sholat rawatib yang dikerjakan sesudah mengerjakan sholat fardhu disebut dengan sholat sunnah Ba’diyah. Sedangkan mengenai kesunahannya, sholat sunnah rawatib ada yang hukumnya sunnah muakkad, ada pula yang sunnah ghoiru muakkad. Sholat sunnah rawatib dikerjakan sebanyak dua rakaat atau ada juga yang dilakukan sebanyak empat rakaat.
Di sini penulis akan mencoba menjelaskan dan memberi gambaran amaliyah sholat-sholat yang termasuk dalam sholat sunnah muakkad dan sholat sunnah ghoiru muakkad yang diharapkan mampu memberi pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya sholat-sholat sunnah tersebut.

B.     Substansi Kajian
1.      Sholat Sunnah Muakkad
a)      Pengertian Sholat Sunnah Muakkad
Shalat sunnah muakad adalah shalat sunnah yang dikuatkan atau shalat sunnah yang selalu dikerjakan Rasulullah dan jarang ditinggalkannya.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam shalat sunnah muakad adalah sebagai berikut:
1) Tidak didahului adzan dan iqomah
2) Diaksanakan secara munfarid (sendirian) kecuali shalat sunnah idain
3) Dimulai dengan niat sesuai dengan jenis shalatnya
4) Dilaksanakan dengan dua rakaat-salam
5) Tempat melaksanakan shalat sunnah sebaiknya berbeda dengan shalat wajib
6) Bacaan sunnah ada yang dibaca sirri (berbisik): shalat dhuha dan shalat sunnah rawatib dan ada yang dibaca jahr (keras): shalat sunnah idain[1].

b)     Macam-macam shalat sunnah muakad
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sholat sunnah muakkad adalah sholat sunnah yang di anjurkan oleh Rasulullah sehingga rasulullah berat untuk meninggalkannya. Adapun macam-macam dari sholat sunnah muakkad adalah sebagai berikut:
1)      Shalat sunnah rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang menyertai shalat fardhu baik dikerjakan sebelum shalat fardhu ataupun sesudahnya. Yang sering disebut shalat qobliyah (sebelum), shalat ba’diyah (sesudah)[2]. Dari beberapa macam sholat sunnah qobliyah dan ba’diyah yang ada, ada beberapa yang termasuk dalam sholat sunnah rawatib muakkad, yaitu sholat rawatib yang dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Adapun yang termasuk shalat sunnah rawatib muakkad menurut kesepakatan semua ulama adalah yang memiliki ketentuan sebagi berikut:
1)      Dua rakaat sebelum shalat subuh
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan oleh Nabi, sebagai berikut:
ﻋﻦ ﻋﺎﺌﺸﻪ ﺍﻠﻧﺑﻲ ﺺ.ﻡ ﻠﻡ ﻳﻜﻦ.ﻋﻟﻰ ﺸﻴﺊ ﻤﻥ ﺍﻠﻧﻮﺍ ﻓﻞ ﺃﺸﺪ ﻤﻧﻪ ﺗﻌﺎﻫﺪﺍﻋﻠﻰ ﺮﻜﻌﺘﻰ ﺍﻠﻓﺠﺮ .ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺑﺧﺍﺮﻯ
Artinya: dari Aisyah r.a.. “tidak ada shalat sunnah yang dipentingkan oleh Nabi SAW selain dua rakaat sebelum subuh (shalat fajar).” (H.R. Al-Bukhari: 1093)
2)      Empat rakaat sebelum shalat dzuhur

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : اَنَّ النَّبِىَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَدَعُ اَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ (رواه البخارى([3]
Artinya: Dari Aiyah Ra. berkata : “Sesungguhnya Nabi Saw, tidak ada pernah meninggalkan empat rakaat sebelum Dzuhur (dua rakaat sunnah muakkad dan dua rakaat sunnah ghairu muakkad) dan dua rakaat sebelum shalat fajar”. (HR.Bukhari)
Shalat rawatib ini juga berlaku untuk shalat Jum’at, karena shalat Jum’at merupakan ganti dari shalat Dzuhur.

اَنَّ ابْنَ مَسْعُوْدٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يُصَلِّى قَبْلَ الْجُمْعَةِ اَرْبَعًا وَبَعْدَهَا اَرْبَعًا (رواه الترمذى[4](
Artinya: ”Sesungguhnya Ibnu Mas’ud melakukan shalat empat rakaat sebelum dan setelah shalat Jum’at”. (HR At Tirmidzi)
3)      Dua rakaat sesudah shalat dzuhur

عَنْ اُمِّ حَبِيْبَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَاَرْبَعًا بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ )رواه الترمذى(
Artinya: Dari Umi Habibah Ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa shalat empat rakaat sebelum Dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkannya masuk neraka”. (HR At Tirmidzi).
Catatan :
Yang dimaksud dengan empat rakaat dalam hadits di atas adalah dua rakaat sunnah muakkad dan dua rakaat sunnah ghairu muakkad.
4)      Dua rakaat sesudah shalat maghrib
5)      Dua rakaat sesudah shalat isya’[5]

عَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَفِظْتً عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ, وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ ورَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاءِ (رواه البخارى ومسلم([6]
Artinya: Dari Abdullab bin Umar Ra. berkata : “Saya hafal dari Rasulullah Saw. dua rakaat sebelum Dzuhur dan dua rakaat sesudah Dzuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebelum Shubuh”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Keutamaan shalat sunnah rawatib muakkad adalah:
1)      Keutamaan shalat sunnah sebelum subuh
Dijelaskan oleh hadits sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَاوَمَافِيْهَا )رواه المسلم(
Artinya: Dari Aisyah r.a. dari Nabi SAW. Beliau telah bersabda, ”dua rakaat sebelum fajar itu lebih baik daripada dunia dan segala isinya.” (HR. Muslim)
2)      Keutamaan shalat sunnah dzuhur baik qabliyah maupun ba’diyah dan shalat sunnah sesudah shalat maghrib dan sesudah isya’
Dijelaskan dalam hadits, yang artinya sebagai berikut:
عَنْ اُمِّ حَبِيْبَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ اِثْنَى عَشَرَةَ رَكْعَةً بَنَى بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ : اَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا, وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ )رواه الترمذى(
Artinya: “siapa yang shalat sehari semalam dua belas rakaat, maka dibangunlah bagimya sebuah rumah di surga, yaitu 4 rakaat sebelum dzuhur, 2 rakaat sesudah dzuhur, 2 rakaat sesudah maghrib, 2 rakaat sesudah isya’ dan 2 rakaat sebelum subuh.” (HR. Turmudzi).[7]

2)      Shalat sunnah malam
Shalat sunnah malam adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari setelah shalat isya’ sampai terlihat fajar. Karena begitu pentingnya sholat malam ini hampir-hampir Rasulullah saw. mewajibkan sholat sunnah ini di setiap malamnya.
Macam-macam shalat sunnah malam
1.      Shalat witir
Shalat witir adalah shalat sunnah yang dilaksanakan pada malam hari setelah shalat isya’ hingga terbitnya fajar dengan jumlah rakaat yang ganjil, paling sedikit satu rakaat dan paling banyak sebelas rakaat. Dan Shalat witir sebagai penutup dari seluruh shalat malam.
Para ulama sepakat bahwa waktu shalat sunnah witir itu adalah sesudah shalat isya’ dan terus berlangsung sampai tiba fajar.[8] Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Mas’ud al-Anshari r.a berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلّم يوتر اوّل الليل اوسطه وأخره. رواه احمد بسند صحيحٍ
Artinya: “Rasulullah saw. itu mengerjakan shalat witir pada awal malam. Kadang-kadang pula dipertengahan malam dan kadang-kadang pula pada penghabisan malam itu.” (HR Ahmad dengan sanad yang shahih)”
Dan disunnahkan menyegerakan shalat witir pada permulaan malam bagi seseorang yang khawatir tidak akan bangun pada akhir malam. Akan tetapi, bagi seorang yang mampu bangun pada akhir malam, maka disunnahkan mengerjakan witir itu di akhir malam.[9]
Tidak ada dua kali witir dalam semalam. Seseorang yang telah mengerjakan shalat witir, lalu ingin shalat sunnah lagi, keadaan seperti ini boleh dilakukan. Akan tetapi, jangan mengulangi lagi shalat witir untuk kedua kalinya. Hal ini berdasarkan riwayat Abu Daud, Nasa’I, dan Tirmidzi yang menganggapnya hasan, Ali. r.a berkata:
سمعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يقول: لاوتران فى ليلةٍ صلاةُ الوِتْرِ وَاجِبَةٌ عِنْدَ أبِى حَنِيْفَةَ وَسُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ عِنْدَ غَيْرِهِ

Sholat witir menurut Syafi'i, Hambali dan Maliki hukumnya adalah sunnah muakkadah sementara menurut Hanafi hukumnya wajib.

Cara pelaksanaan shalat witir[10]
a.       Tiap-tiap dua rakaat salam dan yang terakhir boleh satu atau tiga rakaat salam.
b.      Shalat witir dilaksanakan tiga rakaat maka tidak usah membaca tasyahud awal
Madzhab
Jumlah
Keterangan
Maliki
3 rakaat
dipisah dengan satu salam
Hanafi
3 rakaat
Tanpa dipisah dengan salam
Syafi’i
1        rakaat
-

2.      Shalat Tahajjud
Shalat tahajjud adalah shalat sunnah yang dilaksanakan pada malam hari. Waktu yang paling baik ialah dilaksanakan sesudah bangun tidur setelah shalat isya’ sepertiga malam yang terakhir. Jumlah bilangan rakaatnya paling sedikit dua rakaat dan paling banyak tidak terbatas. Allah berfirman: surat al-isra’: 79
 z`ÏBur È@ø©9$# ô¤fygtFsù ¾ÏmÎ/ \'s#Ïù$tR y7©9 #Ó|¤tã br& y7sWyèö7tƒ y7/u $YB$s)tB #YŠqßJøt¤C ÇÐÒÈ
Artinya: “dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.”
Dalam melaksanakan shalat tahajjud, maka seseorang disunnahkan untuk melakukan hal-hal berikut:
a.       Niat bangun malam untuk mengerjakan shalat tahajjud ketika akan tidur
b.      Menghilangkan kantuk dengan bersuci dan melihat ke langit sambil berdo’a
c.       Sebaiknya dimulai dengan shalat iftitah sebelum shalat tahajjud
d.      Hendaklah membangunkan keluarganya untuk bersama-sama mengerjakan perbuatan mulia tsb.
e.       Tidak memaksakan diri, bila mengantuk hendaklah tidur terlebih dahulu kemudian melanjutkan kembali
Tentang waktunya, shalat malam boleh dikerjakan dipermulaan, pertengahan, atau penghabisan malam, dengan syarat sudah melakukan shalat isya’. Dan dikatakan bahwasannya ada waktu-waktu utama dalam melaksanakan shalat tahajjud ini, yaitu: pada sepertiga malam yang akhir sudah tiba.

3.      Shalat tarawih
Shalat sunnah tarawih adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari, pada bulan ramadhan. Waktunya setelah melaksanakan shalat isya’ sampai menjelang subuh.
Bilangan rakaat shalat tarawih
Madzhab
Bilangan
Alasan
Syafi’I
20
Berdasarkan yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab dalam rangka mensyiarkan malam ramadhan
Hanafi
20
Hambali
20
Maliki
39
Melihat penduduk Madinah melakukan shalat tarawih 39 rakaat disertai shalat witir
hadits Aisyah
11
melihat Nabi melakukan shalat malam pada bulan ramadhan maupun selain ramadhan hanya sebanyak 11 rakaat
Perbedaan pendapat tentang hal ini tidak perlu menjadi bahan pertentangan karena tarawih itu merupakan bagian dari shalat malam yang jumlah rakaatnya tidak terbatas. Semua itu untuk menghidupkan malam ramadhan yang banyak berkahnya. Jika shalat tarawih dilaksanakan empat rakaat maka tidak diselingi dengan tasyahud awal.[11]

3)      Shalat Sunnah Idain
Kata idain berarti dua hari raya, yaitu hari raya idul fitri dan hari raya idul adha. Shalat idain adalah shalat sunnah yang dilakukan karena datangnya hari raya idul fitri atau idul adha. Shalat idul fitri di laksanakan pada tanggal 1 syawal, sedangkan shalat idul adha di laksanakan pada tanggal 10 dzulhijjah. Shalat idain disyariatkan pada tahun pertama hijriyah. Dan dianjurkan dilaksanakan di lapangan dan berjama’ah.
Hukum melaksanakan kedua shalat ‘Id ini sama, yakni  sunnah muakkadah (yang dikuatkan/penting sekali). Sejak disyariatkannya shalat ‘Id ini, Rasulullah Saw. tidak pernah meninggalkannya. Allah berfirman dalam surat al-Kautsar (108) ayat 1-2:
!$¯RÎ) š»oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu (hai Muhammad) nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu  dan berkorbanlah” (QS. al-Kautsar (108): 1-2).

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat idul fitri dan idul adha, yaitu:
Madzhab
Hukum
Hanafi
Fardhu ain dengan syarat-syarat yang ada pada shalat jum’at tetapi jika tidak dipenuhi kewajiban tersebut maka akan menjadi gugur.
Maliki
Sunnah muakkad
Syafi’i
Sunnah muakkad
Hambali
Fardhu kifayah

Kedua shalat hari raya tersebut pada prinsipnya sama dalam hal tata caranya, kecuali niat dan waktunya yang berbeda. Jumlah rekaat keduanya juga sama, yaitu dua rekaat. Waktu melaksanakan shalat ‘Idain ini adalah sejak terbit matahari sampai tergelincir matahari. Akan tetapi, shalat ‘Idul Fitri lebih baik diakhirkan sedikit daripada shalat ‘Idul Adha yang disunnahkan lebih pagi.


Gambar 1.1 sholat Idhul fitri/Adha
Gambar di atas menggambarkan kondisi di mana orang-orang muslim sedang melakukan sholat idhul fitri di lapangan secara berjamaah.
Gambar 1.2 khutbah setelah berlangsungnya sholat Idhul fitri/ Adha
Dari gambar 1.2 di atas adalah sebuah gambaran yang menunjukkan perayaan hari kemenangan umat islam. Setelah melakukan sholat idh biasanya selalu dilanjut dengan agenda khutbah yang berisi seputar kemenangan dan makna idhul fitri/adha itu sendiri dalam islam.

Waktu pelaksanaan shalat ied menurut imam madzhab, yaitu:
Madzhab
Waktu shalat
Hambali
Sejak naiknya matahari setombak sampai waktu zawal
Syafi’i
Sejak terbitnya matahari sampai tergelincirnya matahari (waktu zawal)
Imamiyah
Sejak terbitnya matahari sampai tergelincirnya matahari (waktu zawal)

Setelah selesai melakukan shalat ‘Idain ini disusul dengan khutbah. Nabi dan para shahabatnya melakukan shalat ‘Idain sebelum khutbah seperti yang dijelaskan oleh Ibnu ‘Umar:

كان رسول الله صلىّ الله عليه وسلّم و أبو بكر وعمر يصلّون العيدين قبل الخطبة (رواه الجماعة).
Artinya: Adalah Rasulullah Saw., Abu Bakar, dan ‘Umar melakukan shalat ‘Idain sebelum khutbah (HR. Jama’ah ahli hadits).

Berikut adalah tata cara shalat ied menurut madzab-madzhab:
Madzhab
Tata cara
Hanafi
Niat, mengucapkan takbiratul ihram, mengucapkan takbir 3 kali diselingi dengan diam sejenak sekadar bacaan 3 kali atau juga boleh mengucapkan ﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍﻛﺑﺮ
Kemudian ﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮﺟﻴﻢ acabmem setelah itu membaca alfatihah dan surat, lalu ruku’ dan sujud. Rakaat kedua, membaca alfatihah, surat, takbir 3 kali, ruku’, sujud, menyempurnakan shalat hingga selesai.
Syafi’i
Mengucapkan takbiratul ihram, membaca doa iftihah, kemudian takbir tujuh kali, tiap-tiap 2 takbir di selingi ﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍﻛﺑﺮSecara perlahan, kemudian membacaﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮﺟﻴﻢ kemudian membaca alfatihah, surat Qaf, ruku’, sujud. Rakaat kedua, membaca takbir yang kemudian di tambah 5 kali takbir lagi, diantara 2 takbir diselingi membacaﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍﻛﺑﺮKemudian membaca alfatihah dan surat iqtarobat kemudian menyempurnakan hingga selesai.
Hambali
Membaca doa iftitah, membaca takbir 6 kali, yang diantara 2 takbir itu membaca:
ﺍﷲﺍﻜﺑﺮﻜﺑﻴﺮﺍﻮﺍﻟﺤﻤﺪﷲﻜﺛﻴﺮﺍﻮﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﺑﻜﺮﺓﺃﺻﻴﻼﻮﺻﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻰﻣﺤﻣﺩﻮﺍﻠﻪﻮﺴﻠﻢﺘﺴﻠﻴﻣﺎ
kemudian membacaﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮﺟﻴﻢ dan basmalah, lalu membaca al-fatihah dan surat al-a’la. Rakaat kedua, membaca takbir 5 kali dan tiap-tiap dua takbir diselingi dengan ucapan yang sama pada rakaat pertama. Kemudian membaca alfatihah dan surat al-ghasyiyah, lalu ruku’ sampai selesai.
Maliki
Mengucapkan takbiratul ihram, takbir 6 kali, lalu membaca al-fatihah dan surat al-a’la, ruku’, dan sujud. Bangkit Rakaat kedua sambil membaca takbir, ditambah dengan 5 takbir sesudahnya, lalu membaca al-fatihah dan surat as-syamsi kemudian shala hingga selesai.[12]

Hal-hal yang di sunnahkan dalam shalat ied
a.       Membaca takbir.
b.      Mandi, berhias, memakai pakaian yang paling bagus, dan memakai wangi-wangian.
c.       Makan sebelum shalat idul fitri, sedangkan untuk idul adha makannya sesudah pulang dari shalat ied.
d.      Berangkat menuju ke tempat shalat ied dan pulangnya dengan jalan yang berbeda.

Hal-hal yang di sunnahkan pada waktu shalat ied
a. Dilaksanakan secara berjamaah
b. Takbir tujuh kali setelah membaca do’a iftitah sebelum membaca surat alfatihah pada rakaat pertama. Pada rakaat kedua takbir lima rakaat sebelum membaca surat al-fatihah selain dari takbir pada waktu berdiri.
c. Mengangkat tangan setiap kali takbir
d. Membaca tasbih di antara beberapa takbir
e. Membaca surat Al-A’la setelah surat Al-fatihah pada rakaat pertama dan surat Al-ghasyiyah.[13]

2.      Sholat Sunnah Ghoiru Muakkad
a)      Pengertian Sholat Sunnah Ghoiru Muakkad
Shalat sunnah ghairu muakad adalah shalat sunnah yang tidak dikuatkan (kadang dikerjakan Rasulullah dan kadang tidak dikerjakannya). Maksudnya adalah sholat sunnah yang tidak dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Dari pengertian diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sholat sunnah yang termasuk dalam sunnah ghoiru muakkad, yaitu:
a.       Tidak didahului adzan dan iqomah
b.      Dilaksanakan secara munfarid (sendirian)
c.       Dilaksanakan dengan dua rakaat salam
d.      Tempat melaksanakan shalat sunnah sebaiknya berbeda dengan shalat wajib
e.       Bacaan tidak di nyaringkan
f.       Memulai shalat di awali dengan niatnya masing-masing.

b)     Macam-macam sholat sunnah ghoiru muakkad
Sebagaimana pengertian di atas dan ciri yang disebutkan di atas, maka adapun macam-macam dari sholat sunnah ghoiru muakkad adalah sebagi berikut:
1.      Shalat Tahiyatul Masjid
Tahiyatul masjid berarti penghormatan masjid, shalat tahiyatul masjid berarti shalat yang dikerjakan untuk menghormati masjid. Masjid adalah tempat manusia bersemabah sujud kepada Allah, semua kegiatan di masjid menggunakan nama Allah oleh karena itu masjid disebut Baitullah. Demikian mulianya sehingga islam mensyariatkan shalat tahiyatul masjid, Rasulullah bersabda:
ﺇﺬﺍ ﺟﺎﺀ ﺍﺤﺪﻜﻢ ﺍﻠﻤﺴﺟﺪ ﻓﻠﻴﺻﻞ ﺴﺟﺪﺗﻳﻥ ﻣﻥ ﻗﺑﻞ ﺍﻥ ﻴﺟﻟﺱ. ﺭﻮﺍﻩﺃﺑﻮ ﺪﺍﻮﺪ
Artinya: “Apabila salah seorang diantara kamu masuk masjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum duduk. “(HR.Abu Dawud dari Abi Qatadah : 395)


Gambar 1.3 sholat tahiyatul masjid
      Gambar di atas adalah salah satu gambaran yang menunjukkan seseorang yang sedang melakukan sholat tahiyatul masjid. Mereka melakukan sholat tahiyatul masjid saat setelah masuk masjid dan belum sampai duduk. Dilakukan sendiri-sendiri tidak berjama’ah, sebagaimana berikut akan dijelaskan bagaimana tata cara dalam melakukan shalat tahiyatul masjid.

Tata cara pelaksanaan shalat tahiyatul masjid adalah sebagai berikut :
1.       Jumlah rakaatnya hanya 2 rakaat.
2.       Dilaksanakan secara munfarid (sendirian).
3.       Syarat sah shalat tahiyatul masjid sama dengan shalat yang lain, ditambah satu lagi yakni dilakukan di masjid. Tidak sah jika dilakukan diluar masjid.
4.       Waktunya setiap saat memasuki masjid, baik untuk melaksanakan shalat fardu maupun ketika akan beri’tikaf.
5.       Bacaan-bacaan shalat tahiyatul masjid sama dengan shalat yang lain, hanya niatnya saja yang berbeda[14].
6.       Urutannya secara garis besarnya :
a.       Berniat shalat Tahiyatul Masjid, contoh lafadznya :
أُصَلِّي سُنَّةً تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ رَكْعَتَيْنِ للهِ تَعَالى
Artinya: “Saya berniat shalat tahiyat masjid dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
b.      Takbiratul ihram
c.       Shalat dua rakaat seperti biasa.
d.      Salam.
Tujuan dari pelaksanaan shalat dua rakaat ini adalah untuk menghormati masjid. Karena masjid memiliki kehormatan dan kedudukan mulia yang harus dijaga oleh orang yang memasukinya. Yaitu dengan tidak duduk sehingga melaksanakan shalat tahiyatul masjid ini. Karena pentingnya shalat ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetap memerintahkan seorang sahabatnya – Sulaik al-Ghaathafani – yang langsung duduk shalat memasuki masjid untuk mendengarkan khutbah dari lisannya. Ya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak membiarkannya duduk walaupun untuk mendengarkan khutbah dari lisannya, maka selayaknya kita memperhatikan shalat ini.
Jumhur ulama berpendapat : hukum shalat dua rakaat sebelum masuk masjid adalah mandub (sunnah) dan tidak wajib.[15]

2.      Shalat sunnah rawatib
Ada beberapa shalat sunnah rawatib yang merupakan sunnah ghairu muakkad, yaitu:
a.       Dua rakaat sebelum Dzuhur
b.      Empat rakaat sesudah Dzuhur
c.       Empat rakaat sebelum Ashar.
d.      Dua rakaat sebelum Maghrib.
e.       Dua rakaat sebelum Isya’.
Namun menurut madzhab Hanafi dan Syafi’I yang termasuk dalam sholat sunnah rawatib ghoiru muakkada adalah sebagi berikut:
MADZHAB
RAKAAT
Hanafi
4 rakaat sebelum dan sesudah dhuhur dan 4 rakaat sebelum ashar
Syafi’i

3.      Shalat Dhuha
Shalat dhuha adalah shalat yang dikerjakan pada waktu dhuha, yakni ketika matahari sudah naik, yaitu kira-kira setinggi tombak sampai matahari tergelincir yaitu  menjelang waktu dhuhur. Hukum mengerjakan shalat dhuha adalah sunnah. Shalat dhuha memiliki keutamaan yang besar bagi pelakunya sehingga rasulullah menganjurkan para sahabat dan seluruh kaum muslim untuk melaksanakannya.
Bilangan rakaat shalat dhuha. Shalat dhuha dikerjakan sekurang-kurangnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya sebelas rakaat.
Tata Cara Shalat Dhuha
Tata cara shalat dhuha sama dengan shalat lainnya. Hanya saja pada rakaat pertama dianjurkan membaca surat Al-fatihah kemudian surat Asy-Syams sedangkan rakaat surat Al-fatihah lalu surat ad-dhuha. Jika belum hafal boleh menggunakan surat apa saja.[16]
3. Sketsa Praktek Sholat Sunnah Takhiyatul Masjid  

Niat  sholat ini dapat dilafalkan kalimat berikut:
أُصَلِّي سُنَّةً تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ رَكْعَتَيْنِ للهِ تَعَالى

















Dalam sketsa ini adalah gambaran jelas bagaimana pelaksanaan dari salah satu sholat sunnah ghoiru muakkad,yaitu sholat tahiyatul masjid.



























C.    Skema


Sholat Sunnah
Sunnah Muakkad
Sunnah Ghoiru Muakkad
Rawatib
1.                   2 Rakaat sebelum shubuh
2.                   2 Rakaat sebelum dhuhur
3.                   2 Rakaat sesudah dhuhur
4.                   2 Rakaat sesudah maghrib
5.                   2 Rakaat sesudah Isya’
Rawatib
Tahiyatul Masjid
Idhain
Malam
Dhuha
Witir
Tahajjud
Tarawih
1.                   4 Rakaat sebelum dhuhur
2.                   4 Rakaat sesudah dhuhur
3.                   4 Rakaat sebelum ashar
4.                   2 Rakaat sebelum maghrib
 









































D.    Kesimpulan
Diantara banyak macam sholat sunnah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. ada sholat-sholat sunnah yang tergolong pada yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan, namun tetap dilaksanakan oleh Rasulullah sebagai tauladan bagi umat Islam sedunia. Maka dari itu, bolehlah kita klasifikasikan sholat sunnah menjadi 2, yaitu:
1.      Shalat Sunnah Muakkad
Sholat sunnah Muakkad adalah shalat sunnah yang dikuatkan atau shalat sunnah yang selalu dikerjakan Rasulullah dan jarang ditinggalkannya.
Adapun macam-macamnya adalah sebagai berikut:
a.       Shalat sunnah rawatib, sholat sunnah rawatib muakkad terdiri dari:
1)      Dua rakaat sebelum shalat subuh
2)      Dua rakaat sebelum shalat dzuhur
3)      Dua rakaat sesudah shalat dzuhur
4)      Dua rakaat sesudah shalat maghrib
5)      Dua rakaat sesudah shalat isya’
b.      Shalat sunnah malam, sholat sunnah muakkad yang ada dalam shalat malam adalah sebagai berikut:
1)      Shalat tahajjud
2)      Shalat sunnah tarawih
3)      Shalat witir
c.       Shalat Sunnah Idain
2.      Shalat Sunnah Ghoiru Muakkad
Shalat sunnah ghairu muakad adalah shalat sunnah yang kadang dikerjakan Rasulullah dan kadang tidak dikerjakannya. Maksudnya adalah sholat sunnah yang tidak dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Adapun yang termasuk dalam kategori shalat sunnah ghoiru muakkad adalah:
a.       Tahiyatul masjid
b.      Shalat sunnah rawatib,
Sebagaimana dalam shalat sunnah muakkad, ada juga shalat rawatib yang terkategorikan sebagai shalat rawatib yang ghoiru muakkad, diantaranya adalah:
1)      Dua rakaat sebelum Dzuhur
2)      Dua rakaat sesudah Dzuhur
3)      Empat rakaat sebelum Ashar.
4)      Dua rakaat sebelum Maghrib.
5)      Dua rakaat sebelum Isya’
c.       Shalat dhuha
Dan dalam semua macam-macam sholat ini memiliki kesamaan dalam pelaksanaannya hanya saja berbeda dalam niatnya di setiap sholatnya.


Daftar Pustaka

Abyan, Amir. (2008). Pendidikan Agama Islam Fikih. Semarang: PT karya Toha Putra.
Mughniyah, Jawad. (2010). Fiqih Lima madzab.Jakarta: Penerbit Lentera.
Darsono, Ibrahim. (2008). Penerapan fikih. Solo: Tiga Serangkai.
Taufiq, Abdurrahman. (2006). Bidayatul Mujtahid. Jakarta: Pustaka Azzam.
Bagir, Muhammad. (2008). Fiqh Praktis.Bandung: Penerbit Karisma.
Alhusaini. (2007). Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina Iman Printing.
Sabiq, Sayyid. (2004). Fiqhus Sunnah.Jakarta: Darul Fath.
Shalat Tarawih Menurut Mazhab Empat, diakses pada tanggal 7 April 2013 dari
(http://Redhabelajarikhlas.blogspot.com)






 THANK'S TO KHUSNUL AND AISYAH


















[1] Ibrahim Darsono, Penerapan fikih (Solo: Tiga Serangkai, 2008), hal. 120.
[2] Amir Abyan, Pendidikan Agama Islam Fikih (Semarang: Karya Toha Putra, 2008), hal. 108.
[3] Lihat maktabah syamilah, shohih bukhari, juz 2, hal 59, nomer 1182
[4] Ibid,. Thirmidzy, juz 1 hal 656
[5] Ibrahim ,Op.Cit,.
[6] Op cit, musnad ahmad juz,10 hal 44 nomer 5758
[7] Amir Abyan. Op.Cit., hal, 109
[8] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah (Jakarta: Darul Fath, 2004), hal. 276.
[9] Ibid., hal. 277.
[10] Abdurrahman Taufiq, Bidayatul Mujtahid (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hal. 414.
[11] Shalat Tarawih Menurut Mazhab Empat, diakses pada tanggal 7 April 2013 dari http://nuruddina.blogspot.com/2010/09/shalat-tarawih-menurut-mazhab-empat.html
[12] Jawad. Mughniyah, Fiqih Lima madzab  (Jakarta: Penerbit Lentera, 2010), hal. 126-127.
[13] Amir Abyan, Op.Cit., hal. 115-116.
[14] Ibrahim Darsono, Op.Cit., hal. 126.
[15] Abdurrahman, Op.Cit., hal. 430.
[16] Ibrahim, Op.Cit., hal. 130.